Senin, 26 Oktober 2015

Islam, Iman, dan Ihsan



Islam, Iman dan Ihsan
A.Islam
  Secara etimologi (bahasa) Islam berasal dari bahasa arab yaitu:
1. Berasal dari kata ‘salm’ ( ( السَّلْم yang berarti damai.
Kata salm memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.
2. Berasal dari kata ‘aslama’ أَسْلَمَ )  ) yang berarti tunduk atau menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang yang memeluk Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas tunduk dan menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT.
3. Berasal dari kata istaslama (اسْتَسْلَمَ   (yang berarti penyerahan total (kepada Allah).
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua).
Karena seorang muslim harus secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang dimiliki, hanya kepada Allah SWT.
4. Berasal dari kata ‘saliim’ ( سَلِيْمٌ ) yang berarti bersih dan suci.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
5. Berasal dari kata ‘salam’( سَلاَمٌ )  yang berarti selamat dan sejahtera.
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan.
  Secara istilah (terminologi) Islam berarti:
Agama yang mengajarkan  ketundukan kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya kepada Rasulullah Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup dan juga sebagai hukum / aturan dari Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
  Definisi tersebut, memuat beberapa poin penting yang dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:
1. Islam sebagai wahyu ilahi
Allah berfirman:
 

Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain merupakan wahyu yang diwahyukan (kepadanya).“ (an-Najm:3-4)
2. Diturunkan kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.’ ”
3. Sebagai pedoman hidup bagi manusia
Allah berfirman (QS. 45 : 20):
"Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini."

4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW
Allah berfirman (QS. 5 : 49-50)
 
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.
Allah berfirman:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah   kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.  Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
6. Mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman:

“Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
  Kata Islam dalam Al-Qur’an:
Ø  Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian Islam mencakup  seluruh persoalan agama ini, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang); seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan, sebagaiman firman Allah kepada Nabi Ibrahim AS:
“(Ingatlah) ketika Tuhan-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.’” (Al-Baqarah: 131)
  
      Juga firman Allah:
    
      “Sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu karena kedengkian diantara mereka. Siapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Ali Imran: 19)
     Serta Firman Allah:
  
 “Siapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” [Ali ‘Imran: 85]
Ø  Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal, sedangkan kata iman berkaitan dengan amal hati. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Orang-orang Arab Badui berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka): ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: ‘Kami telah tunduk kepada (Allah) (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Hujuraat: 14)
  Rukun Islam:
Islam memiliki lima rukun, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang patut disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul (utusan) Allah.
2. Mengerjakan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa di bulan Ramadhan.
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.
      Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang patut disembah selain Allah Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke sana.”
Juga sabda Nabi Muhammad SAW:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ. 
“Islam dibangun atas lima hal:  bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang patut disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.”
B.Iman
  Iman ( (الإيمان secara etimologis berarti 'percaya'. Kata iman  ( (الإيمان diambil dari kata kerja  (آمن - يؤمن) yang berarti 'percaya,' ‘yakin' atau 'membenarkan'.
  Adapun secara terminologi, Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini, antara lain:
Ø  Menurut Imam Ali bin Abi Talib RA: "Iman itu adalah mengucapkan dengan lidah/lisan (perkataan) dan mempercayai/membenarkan dengan hati dan melakukan dengan  anggota tubuh (perbuatan)." 
Ø  Menurut Aisyah RA: "Iman kepada Allah adalah mengakui dengan lisan, membenarkan dengan hati dan melakukan dengan anggota tubuh (perbuatan)."
Ø  Menurut Imam al-Ghazali iman adalah: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan anggota-anggota tubuh (perbuatan)."
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keimanan dan salah satu indikasi yang dapat terlihat dan dirasakan oleh manusia.  Karena itu Allah menyebut Iman dan amal shaleh secara beriringan dalam Al-Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4:

 
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)
  Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang.
  Mayoritas ulama memandang keimanan beriringan dengan amal shaleh, sehinga mereka menganggap keimanan akan bertambah dengan bertambahnya amal shaleh.
  Karena Iman bersifat dinamis, maka sesekali Iman dapat melemah, maka yang harus dilakukan adalah memperkuat segala lini dengan hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain adalah memperkuat aqidah serta ibadah karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
  Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan, maka pemilik keimanan tersebut dapat merasakan manisnya Iman, sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dari Anas RA dari Nabi SAW bersabda: “Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya melebihi dari yang lain (selain keduanya), mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Allah, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia kembali dilemparkan menuju ke dalam api neraka.”(HR.Bukhari Muslim).
  Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana terdapat dalam sabda Nabi SAW:
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.”
v Rukun Iman:
Rukun Iman ada enam, yaitu:
1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada ketentuan-Nya yang baik dan buruk.
Ø  Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab RA mengenai jawaban Nabi SAW atas pertanyaan Malaikat Jibril AS tentang iman, yaitu:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ اْلآخِيْرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada ketentuan-Nya yang baik dan buruk.”
C.Ihsan
  Ihsan (احسان) secara etimologi adalah kata yang berasal bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik".
  Secara terminologi, Ihsan berarti seseorang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut dapat merasakan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
  Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan tubuhnya.
  Pengertian tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab RA menegenai jawaban Nabi SAW kepada Jibril AS ketika Jibril AS bertanya tentang ihsan, yaitu:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
  Maksudnya adalah dengan ihsan seseorang dapat memperbaiki keadaan lahir dan batinnya, serta menghadirkan kedekatan dengan Allah SWT, yaitu merasa seakan-akan Allah berada di hadapannya dan ia seolah-olah melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi rasa takut, cemas, juga pengagungan kepada Allah SWT serta mengikhlaskan ibadah kepada Allah SWTdengan memperbaikinya dan mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan menyempurnakannya. 
   Ruang Lingkup
Ihsan terbagi menjadi dua macam:
1.Ihsan di dalam beribadah kepada Allah
Ihsan di dalam beribadah kepada Al-khaliq memiliki dua tingkatan:
a)    Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,
ini adalah ibadah dari seseorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Dan keadaan ini merupakan tingkatan ihsan yang paling tinggi, karena Seseorang berangkat dari sikap membutuhkan, harapan dan kerinduan. Orang ini berupaya menuju dan mendekatkan diri kepada-Nya.
b)    Jika engkau tidak mampu beribadah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Ini adalah bentuk ibadah dari seseorang yang takut pada adzab dan siksa dari Allah. Ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, karena sikap ihsannya didorong dari rasa  diawasi dan  takut akan hukuman.
Maka suatu ibadah jika dibangun atas dua hal ini dalam puncak kecintaan dan kerendahan, maka pelakunya akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah. Dengan ibadah yang seperti itu seseorang tidak akan bermaksud supaya di lihat orang (riya'), di dengar orang (sum'ah) maupun menginginkan pujian dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli ibadahnya itu nampak oleh orang maupun tidak diketahui orang, sama saja kualitas kebagusan ibadahnya. Muhsin (seseorang yang berbuat Ihsan) akan selalu beribadah dengan sebaik dan sebagus mungkin disetiap keadaan.
          2.Ihsan kepada makhluk ciptaan Allah
Berbuat ihsan kepada makhluk ciptaan Allah dalam empat hal, yaitu:
a)    Harta
Yaitu dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. Jenis perbuatan ihsan dengan harta yang paling mulia adalah mengeluarkan zakat karena zakat termasuk dalam Rukun Islam, kemudian juga nafkah yang wajib diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak, orang-tua, dan lain-lain, kemudian sedekah bagi orang miskin dan orang yang membutuhkan lainnya.
b)    Kedudukan
Manusia itu bertingkat-tingkat kedudukan atau jabatannya. Seseorang  dapat berbuat ihsan dalam kedudukannya apabila dia menggunakan kedudukannya untuk membantu orang lain dalam hal menjauhkan bahaya bagi orang laina taupun memberikan manfaat kepada orang lain dengan kedudukan atau kekusaannya tersebut.
c)Ilmu
Yakni memberikan ilmu bermanfaat yang dimilikinya kepada orang lain dengan cara mengajarkannya.
c)    Badan/Tubuh
Yakni menolong seseorang dengan tenaganya. Misalnya membawakan barang-barang milik orang yang  kesulitan membawanya karena berat, mengantarkan orang untuk menunjukan jalan, dan lain-lain.
Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan
  Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Ø  Bila dibandingkan dengan Iman, maka Ihsan itu lebih luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya; dan lebih khusus daripada Iman bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat Ihsan.
Ø  Sedangkan Iman itu lebih luas daripada Islam bila ditinjau dari substansinya; dan lebih khusus daripada Islam bila ditinjau dari orang yang mencapai derajat Iman.
Ø  Maka di dalam sikap Ihsan sudah terkumpul di dalamnya Iman dan Islam, sehingga orang yang bersikap Ihsan (muhsin) itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min lainnya; dan orang yang mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim lainnya.
Ø  Bila diumpamakan sebagai rumah, Iman -yang merupakan landasan awal-, adalah pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan Islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila Iman seseorang lemah, maka Islamnya pun akan cenderung lebih mudah roboh (sebagiamana rumah yang lebih mudah roboh jika pondasinya tidak kuat).
Ø  Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholatnya akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak dilaksanakan sama sekali, zakatnya tidak ditunaikan, puasa tidak dilaksanakan dan lain sebagainya.
Ø  Sebaliknya, Islam akan kokoh bila iman seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, disebabkan oleh amal perbuatan yang dapat mempengaruhi hati seseorang. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu.
Ø  Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin mendekatkan diri pada Allah, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, tidak peduli akan dosa, maka akan berdampak pada tipisnya iman miliknya.
  Dalam hal ini, Imam Ali RA pernah berkata :
قال علي كرم الله وجهه: إِنَّ الإِيْمَانَ لَيَبْدُوْ لَمْعَةً بَيْضَاءَ فَإذَا عَمِلَ العَبْدُ الصَالِحَاتِ نَمَتْ فَزَادَتْ حَتَّى يَبْيَضَّ القَلْبُ كُلُّهُ وَإِنَّ النِّفَاقَ لَيَبْدُوْ نُكْتَةً سَوْدَاءَ فَإذَا انْتَهَكَ الحُرُمَاتِ نَمَتْ وزَادَتْ حَتَى يَسْوَدَّ القَلْبُ كُلُّهُ
‘Ali RA Berkata : “sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang  putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut  akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan sesuatu yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati.” 
  Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, yang dapat membuat rumah tersebut terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga dapat menarik perhatian dari banyak pihak.
  Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari Allah serta ridha-Nya, sehingga dapat diterima oleh-Nya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus/lebih dihadapan-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar