Islam, Iman
dan Ihsan
A.Islam
Secara etimologi (bahasa) Islam berasal dari bahasa
arab yaitu:
1. Berasal
dari kata ‘salm’ ( (
السَّلْم yang berarti damai.
Kata salm memiliki arti
damai atau perdamaian. Dan ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam,
yaitu bahwa Islam merupakan agama yang senantiasa membawa umat
manusia pada perdamaian.
2. Berasal
dari kata ‘aslama’ أَسْلَمَ ) ) yang berarti tunduk atau menyerah.
Hal ini menunjukkan bahwa seorang yang memeluk Islam merupakan
seseorang yang secara ikhlas tunduk dan menyerahkan jiwa dan raganya hanya
kepada Allah SWT.
3. Berasal
dari kata istaslama (اسْتَسْلَمَ (yang berarti
penyerahan total (kepada Allah).
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua).
Karena seorang muslim harus
secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apapun yang
dimiliki, hanya kepada Allah SWT.
4. Berasal
dari kata ‘saliim’ (
سَلِيْمٌ ) yang berarti bersih dan suci.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan
agama yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk
memiliki kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada
kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
5. Berasal
dari kata ‘salam’(
سَلاَمٌ ) yang
berarti selamat dan sejahtera.
Maknanya adalah bahwa Islam merupakan
agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan.
Secara istilah (terminologi) Islam berarti:
Agama yang mengajarkan ketundukan
kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya kepada
Rasulullah Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup dan juga sebagai
hukum / aturan dari Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang
lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.
Definisi tersebut, memuat beberapa poin penting yang
dilandasi dan didasari oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara poin-poinnya adalah:
1. Islam
sebagai wahyu ilahi
Allah berfirman:
Allah berfirman:
“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain merupakan wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).“ (an-Najm:3-4)
2. Diturunkan
kepada nabi dan rasul (khususnya Rasulullah SAW)
Allah SWT berfirman:
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Kami beriman kepada Allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il,
Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan
para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.’ ”
3.
Sebagai pedoman hidup bagi manusia
Allah berfirman (QS. 45 : 20):
Allah berfirman (QS. 45 : 20):
"Al Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang meyakini."
4. Mencakup hukum-hukum Allah dalam Al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW
Allah berfirman (QS. 5 :
49-50)
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika
mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia
adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,
dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang
yang yakin?”
5. Membimbing manusia ke jalan yang lurus.
Allah berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia; dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
6.
Mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman:
“Siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.”
Kata Islam dalam
Al-Qur’an:
Ø
Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka
pengertian Islam mencakup seluruh persoalan
agama ini, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang); seluruh masalah ‘aqidah,
ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan, sebagaiman firman Allah kepada Nabi
Ibrahim AS:
“(Ingatlah) ketika Tuhan-nya berfirman
kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab: ‘Aku berserah diri kepada
Tuhan seluruh alam.’” (Al-Baqarah: 131)
Juga firman Allah:
“Sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam. Tidaklah berselisih
orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu
karena kedengkian diantara mereka. Siapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah,
maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Ali Imran: 19)
Serta Firman Allah:
“Siapa yang mencari agama selain Islam, maka
tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” [Ali ‘Imran:
85]
Ø
Apabila kata Islam disebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang
dimaksud Islam adalah perkataan dan amal-amal, sedangkan kata iman berkaitan
dengan amal hati. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Orang-orang Arab Badui
berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka): ‘Kamu belum beriman,
tetapi katakanlah: ‘Kami telah tunduk kepada (Allah) (Islam),’ karena iman
belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia
tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalmu. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Hujuraat: 14)
Rukun
Islam:
Islam memiliki lima rukun, yaitu:
1. Bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang patut disembah selain Allah,
dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah rasul (utusan) Allah.
2. Mengerjakan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa di bulan Ramadhan.
5. Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.
Kelima rukun Islam ini berdasarkan sabda
Nabi Muhammad SAW:
اْلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً.
“Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak
ada ilah (tuhan) yang patut disembah selain Allah Allah dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah jika engkau mampu menuju ke sana.”
Juga sabda Nabi Muhammad SAW:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ
الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ.
“Islam dibangun atas lima hal: bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang
patut disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan
shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji ke
Baitullah.”
B.Iman
Iman ( (الإيمان secara etimologis berarti 'percaya'. Kata iman ( (الإيمان diambil dari kata kerja (آمن -
يؤمن) yang berarti 'percaya,' ‘yakin' atau 'membenarkan'.
Adapun secara terminologi,
Para imam dan ulama telah mendefinisikan istilah iman ini,
antara lain:
Ø Menurut Imam Ali bin Abi Talib RA: "Iman itu
adalah mengucapkan dengan lidah/lisan (perkataan) dan mempercayai/membenarkan
dengan hati dan melakukan dengan anggota
tubuh (perbuatan)."
Ø Menurut Aisyah RA: "Iman kepada Allah
adalah mengakui dengan lisan, membenarkan dengan hati dan melakukan dengan
anggota tubuh (perbuatan)."
Ø Menurut Imam al-Ghazali iman adalah:
"Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan
mengamalkannya dengan anggota-anggota tubuh (perbuatan)."
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keimanan
dan salah satu indikasi yang dapat terlihat dan dirasakan oleh manusia.
Karena itu Allah menyebut Iman dan amal shaleh secara beriringan
dalam Al-Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah
mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat
dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang.
Mayoritas ulama memandang keimanan beriringan dengan
amal shaleh, sehinga mereka menganggap keimanan akan bertambah dengan
bertambahnya amal shaleh.
Karena Iman bersifat dinamis, maka sesekali Iman
dapat melemah, maka yang harus dilakukan adalah memperkuat segala lini dengan
hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan antara
lain adalah memperkuat aqidah serta ibadah karena Iman bertambah karena taat
dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan,
maka pemilik keimanan tersebut dapat merasakan manisnya Iman, sebagaimana
hadits Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلَاثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ
إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ
يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dari Anas RA dari Nabi SAW bersabda: “Tiga
perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan
manisnya Iman: Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya melebihi dari
yang lain (selain keduanya), mencintai seseorang yang tidak dicintainya
melainkan karena Allah, membenci dirinya kembali kepada kekufuran sebagaimana
bencinya ia kembali dilemparkan menuju ke dalam api neraka.”(HR.Bukhari
Muslim).
Iman memiliki beberapa tingkatan, sebagaimana
terdapat dalam sabda Nabi SAW:
الإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُوْنَ شُعْبَةً،
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى
عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ.
”Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau
lebih dari enam puluh cabang, cabang yang paling tinggi adalah ucapan laa
ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri
(rintangan) dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman.”
v Rukun Iman:
Rukun Iman ada enam, yaitu:
1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada ketentuan-Nya yang baik dan buruk.
1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-Kitab-Nya.
4. Iman kepada Rasul-Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhir.
6. Iman kepada ketentuan-Nya yang baik dan buruk.
Ø Keenam rukun iman ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab RA mengenai jawaban Nabi SAW atas
pertanyaan Malaikat Jibril AS tentang iman, yaitu:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ،
وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ اْلآخِيْرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ.
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada
ketentuan-Nya yang baik dan buruk.”
C.Ihsan
Ihsan (احسان) secara etimologi adalah kata yang berasal
bahasa Arab yang berarti "kesempurnaan" atau "terbaik".
Secara terminologi, Ihsan berarti seseorang
menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu
membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut dapat merasakan bahwa
sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Ihsan adalah lawan dari isa'ah (berbuat kejelekan),
yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak
mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta,
ilmu, kedudukan dan tubuhnya.
Pengertian tersebut berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab RA menegenai jawaban Nabi SAW kepada
Jibril AS ketika Jibril AS bertanya tentang ihsan, yaitu:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ
لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau
melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Maksudnya adalah dengan ihsan seseorang dapat
memperbaiki keadaan lahir dan batinnya, serta menghadirkan kedekatan dengan
Allah SWT, yaitu merasa seakan-akan Allah berada di hadapannya dan ia
seolah-olah melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung konsekuensi rasa takut,
cemas, juga pengagungan kepada Allah SWT serta mengikhlaskan ibadah kepada
Allah SWTdengan memperbaikinya dan mencurahkan segenap kemampuan untuk
melengkapi dan menyempurnakannya.
Ruang Lingkup
Ihsan terbagi menjadi dua macam:
1.Ihsan
di dalam beribadah kepada Allah
Ihsan di dalam beribadah kepada Al-khaliq memiliki
dua tingkatan:
a) Engkau beribadah
kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,
ini adalah ibadah dari seseorang yang
mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Dan keadaan ini merupakan tingkatan ihsan
yang paling tinggi, karena Seseorang berangkat dari sikap membutuhkan, harapan
dan kerinduan. Orang ini berupaya menuju dan mendekatkan diri kepada-Nya.
b) Jika engkau tidak
mampu beribadah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.
Ini adalah bentuk ibadah dari seseorang yang
takut pada adzab dan siksa dari Allah. Ini lebih rendah tingkatannya daripada
tingkatan yang pertama, karena sikap ihsannya didorong dari rasa diawasi dan
takut akan hukuman.
Maka suatu ibadah jika dibangun atas dua hal
ini dalam puncak kecintaan dan kerendahan, maka pelakunya akan menjadi orang
yang ikhlas kepada Allah. Dengan ibadah yang seperti itu seseorang
tidak akan bermaksud supaya di lihat orang (riya'), di dengar orang (sum'ah)
maupun menginginkan pujian dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli
ibadahnya itu nampak oleh orang maupun tidak diketahui orang, sama saja
kualitas kebagusan ibadahnya. Muhsin (seseorang yang berbuat
Ihsan) akan selalu beribadah dengan sebaik dan sebagus mungkin disetiap
keadaan.
2.Ihsan
kepada makhluk ciptaan Allah
Berbuat ihsan kepada makhluk ciptaan Allah dalam empat hal, yaitu:
a)
Harta
Yaitu dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. Jenis
perbuatan ihsan dengan harta yang paling mulia adalah mengeluarkan zakat karena
zakat termasuk dalam Rukun Islam, kemudian juga nafkah yang wajib diberikan
kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak,
orang-tua, dan lain-lain, kemudian sedekah bagi orang miskin dan orang yang
membutuhkan lainnya.
b)
Kedudukan
Manusia itu bertingkat-tingkat kedudukan atau jabatannya. Seseorang dapat berbuat ihsan dalam kedudukannya
apabila dia menggunakan kedudukannya untuk membantu orang lain dalam hal
menjauhkan bahaya bagi orang laina taupun memberikan manfaat kepada orang lain dengan
kedudukan atau kekusaannya tersebut.
c)Ilmu
Yakni memberikan ilmu bermanfaat yang dimilikinya kepada orang lain
dengan cara mengajarkannya.
c)
Badan/Tubuh
Yakni menolong seseorang dengan tenaganya. Misalnya membawakan
barang-barang milik orang yang kesulitan
membawanya karena berat, mengantarkan orang untuk menunjukan jalan, dan
lain-lain.
Korelasi Iman,
Islam, dan Ihsan
Menurut
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Ø Bila dibandingkan dengan Iman, maka Ihsan itu lebih
luas cakupannya bila ditinjau dari substansinya; dan lebih khusus daripada Iman
bila ditinjau dari orang yang sampai pada derajat Ihsan.
Ø Sedangkan Iman itu lebih luas daripada Islam bila
ditinjau dari substansinya; dan lebih khusus daripada Islam bila ditinjau dari
orang yang mencapai derajat Iman.
Ø Maka di dalam sikap Ihsan sudah terkumpul di
dalamnya Iman dan Islam, sehingga orang yang bersikap Ihsan (muhsin)
itu lebih istimewa dibandingkan orang-orang mu’min lainnya; dan orang yang
mu’min itu juga lebih istimewa dibandingkan orang-orang muslim lainnya.
Ø Bila diumpamakan sebagai rumah, Iman -yang merupakan
landasan awal-, adalah pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan Islam
merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila Iman seseorang lemah,
maka Islamnya pun akan cenderung lebih mudah roboh (sebagiamana rumah yang
lebih mudah roboh jika pondasinya tidak kuat).
Ø Dalam realitanya mungkin pelaksanaan sholatnya akan
tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin
tidak dilaksanakan sama sekali, zakatnya tidak ditunaikan, puasa tidak
dilaksanakan dan lain sebagainya.
Ø Sebaliknya, Islam akan kokoh bila iman seseorang
ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi
tipis, disebabkan oleh amal perbuatan yang dapat mempengaruhi hati seseorang.
Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu.
Ø Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin
mendekatkan diri pada Allah, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila
seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, tidak peduli akan dosa, maka akan
berdampak pada tipisnya iman miliknya.
Dalam
hal ini, Imam Ali RA pernah berkata :
قال علي كرم الله وجهه: إِنَّ الإِيْمَانَ
لَيَبْدُوْ لَمْعَةً بَيْضَاءَ فَإذَا عَمِلَ العَبْدُ الصَالِحَاتِ نَمَتْ
فَزَادَتْ حَتَّى يَبْيَضَّ القَلْبُ كُلُّهُ وَإِنَّ النِّفَاقَ لَيَبْدُوْ
نُكْتَةً سَوْدَاءَ فَإذَا انْتَهَكَ الحُرُمَاتِ نَمَتْ وزَادَتْ حَتَى يَسْوَدَّ
القَلْبُ كُلُّهُ
‘Ali RA Berkata : “sesungguhnya iman itu terlihat
seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka
sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih.
Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan
sesuatu yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga
hitamlah (warna) hati.”
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah,
yang dapat membuat rumah tersebut terlihat mewah, terlihat indah, dan megah.
Sehingga dapat menarik perhatian dari banyak pihak.
Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa
mendapatkan perhatian dari Allah serta ridha-Nya, sehingga dapat diterima
oleh-Nya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya saja,
melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus/lebih
dihadapan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar