Minggu, 04 Juni 2017

CONTOH MAKALAH POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1              LATAR BELAKANG
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak berdaya. Menurut teori John Locke di abad 17 yang dikenal dengan istilah tabula rasa, menjelaskan bahwa setiap manusia yang terlahir didunia bagaikan kertas putih yang masih kosong. Dan kertas kosong tersebut diisi oleh pengalaman. Kertas kosong tersebut dapat diartikan sebagai perilaku seorang anak. Perilaku seorang anak di pengaruhi oleh beberapa faktor. Dan faktor yang paling mempengaruhi adalah keluarga, terutama pola asuh orang tua. Karena seorang anak memperoleh pengalaman dan pendidikan pertama kali dalam lingkup keluarga. Dan orang tua memiliki kendali terbesar dalam mengisi dan menulis kertas putih tersebut. Artinya peran orang tua sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku seorang anak.
Pada akhir-akhir ini juga, kita sering menyaksikan tindakan kriminal atau perilaku-perilaku menyimpang baik itu di siaran televisi, koran, radio, media massa dan lain sebagainya. Sebagian besar pelakunya adalah dari kalangan remaja. Seperti kasus tawuran antar pelajar, miras, obat-obatan terlarang, bahkan pembunuhan bermotif dendam atau kecemburuan.
Dalam hal ini orang tualah yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dan yang lebih penting lagi adalah cara bagaimana orang tua mendidik anaknya. Apakah pola yang mereka gunakan itu tepat? Masalah ini harus sangat diperhatikan oleh orang tua, karena penerapan pola asuh terhadap anak sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi anak.
1.2              RUMUSAN MASALAH
a.       Apa pengertian anak, orangtua, dan keluarga?
b.      Bagaimana kajian teori pengasuhan?
c.       Apa pengertian pengasuhan anak dalam keluarga?
d.      Apa saja jenis-jenis pola dan gaya pengasuhan anak?
e.       Bagaimana fungsi keluarga sebagai media transmisi atas nilai, norma, dan simbol?
f.       Apa saja syarat pola asuh keluarga yang efektif?
g.      Apa saja faktor yang mempengaruhi pola asuh anak?

1.3              MAKSUD DAN TUJUAN
a.       Mengetahui pengertian anak, orangtua, dan keluarga,
b.      Mengetahui kajian teori pengasuhan,
c.       Mengetahui jenis-jenis pola dan gaya pengasuhan anak,
d.      Mengetahui pengertian pengasuhan anak dalam keluarga,
e.       Mengetahui fungsi keluarga sebagai media transmisi atas nilai, norma, dan simbol,
f.       Mengetahui syarat pola asuh keluarga yang efektif, dan
g.      Mengetahui faktor dan yang mempengaruhi pola asuh anak.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak, Orangtua, dan Keluarga
            2.1.1 Pengertian Anak
Anak adalah hasil dari suatu proses tahapan yang bermla dari bertemunya sel kelamin jantan dan betina (pembuahan), lalu terbentuklah zigot yang bergerak ke uterus hingga terbentuklah embrio yang akan tumbuh menjadi janin. Janin tersebut akan tumbuh dan jika saatnya telah tiba maka akan lahir ke dunia menjadi seorang anak.
            2.1.2 Pengertian Orangtua
Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut agar menjadigenerasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental spiritual anaknya seperti:
·         Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak merasa tertekan.
·         Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.
·         Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya.
2.1.3 Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1992). Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh besar. Haryoko (1997:2) berpendapat bahwa lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya sebagai stimlans dalam perkembangan anak. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.
2.2 KAJIAN TEORI PENGASUHAN
2.2.1 Teori pengasuhan 
Bern (1997) menyatakan bahwa pengasuhan merupakan proses yang berlangsung terus menerus yang melibatkan interaksi antara orangtua dengan anak. Sementara jarome kagan (1975) menyatakan pengasuhan sebagai suatu alat untuk melaksanakan suatu rangkaian pengambilan keputusan untuk mensosialisasikan nilai kepada anak. Sedangkan teori-teori yang digunakan dalam pengasuhan pada anak mencakup pada beberapa teori dasar dalam perkembangan manusia, teori-teori tersebut adalah:
a.      Teori psikoanalisis.
b.      Cognitive developmental theory.
c.       Behaviorism
d.      Social learning theory
e.       Genetic, heredity, personality theory
f.       Humanistic theory
g.      Ethological theory
h.      Theory sistem, etological theory
i.        Theory perkembangan moral
2.2.2 Konsep pengasuhan 
Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik. Prinsip pengasuhan menurut hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan social.
·         Pengasuhan fisik mencakup semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
·         Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma.
·         Pengasuhan emosi ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabildan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
·         Sementara itu, pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya.
2.3 PENGERTIAN POLA PENGASUHAN ANAK
Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau system dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminology, pola asuh anak adalah suatu pola atau system yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak yang bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative atau positif. Seperti contohnya kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan orang tua kepada anaknya.
Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
M. Shochib (1998: 14) mengatakan  bahwa pola pertemuan antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik dengan maksud bahwa orang tua mengarahkan anaknya sesuai dengan tujuannya, yaitu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Orang tua dengan anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat menyingkap pola asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin diri anak yang tersirat dalam situasi dan kondisi yang bersangkutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah sebuah cara orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya yang tujuannya memberikan penjagaan, perawatan, pendidikan, dan pembimbingan yang diberikan dalam intensitas waktu yang cukup konstan dengan maksud mengarahkan anak sesuai dengan tujuan yang diharapkan orang tua.

2.4 JENIS-JENIS POLA DAN GAYA PENGASUHAN ANAK
            2.4.1 Macam-macam Pengasuhan Anak
a. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana orangtua memaksakan anak untuk selalu memenuhi apa yang orang tua harapkan dan inginkan. Dan orangtua memasang beberapa peraturan dimana anak tersebut wajib menaati peraturan tersebut dan akan memberi hukuman atau ancaman apabila sang anak melanggarnya atau tidak mematuhi hukuman tersebut. Misalnya saat sang anak tidak tidur siang, maka orangtua akan marah dan tidak memberikan uang jajan.
Orangtua yang menggunakan pola asuh otoriter biasanya cenderung orang yang keras, kolot, tidak mengenal kompromi, perfectsionis, dan biasanya komunikasi yang digunakan bersifat satu arah. Artinya orangtua tidak memperdulikan pendapat anak dan tidak memperlukan feed back dari anaknya untuk mengerti tentang anak tersebut.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Kekuasaan orangtua dominan, Anak tidak diakui sebagai pribadi, Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat, membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua – anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak).
b. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, namun orangtua juga masih tetap mengendalikan dan mengontrol anak. Orang tua tipe ini juga bersikap hangat, memposisikan diri seperti teman untuk sang anak, realistis terhadap kemampuan anak, menerima apa adanya anak dan tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak serta memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan.
Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis akan menghasilkan karakter anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stres, mempunai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap oranglain. Dan cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permissif merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya. Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan olaeh mereka.
Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua. Pola asuh permisif memandang anak sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan pola asuh seperti ini anak mendapat kebebasan sebanyak mungkin dari keluarganya.
Orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan, dituti keinginnannya. Sedangkan menerima apa adanya akan cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja sesuka dan sesenang sang anak. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri
Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. anak bingung dan berpotensi salah arah.
            d. Pola Asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
2.4.2 Gaya Pengasuhan Anak
a. Otoriter (Authoritarian)
Gaya pengasuhan anak model ini menerapkan aturan: orang tua selalu benar. Seorang anak harus selalu mematuhi apa pun yang dikatakan dan disarankan oleh orang tuanya, Semua urusan anak diatur oleh orang tua. Tujuan gaya pengasuhan ini sebenarnya baik yaitu agar anak teratur dalam segala hal dan menjadi sosok yang disiplin.
Namun, gaya pengasuhan ini akan menyebabkan anak depresi serta kurang bisa bergaul dengan lingkungannya karena sikap orang tua yang terlalu protektif. Depresi yang berkepanjangan dapat menyebabkan anak stres, bahkan melakukan bunuh diri. Akibat jangka panjang dari gaya pengasuhan otoriter ini akan menyebabkan hubungan yang kurang hangat antara anak dan orang tua. Tanpa sadar orang tua tengah membangun tembok batin dengan anaknya.
b. Liberal
Gaya ini kebalikan dari gaya otoriter. Orang tua memberikan kebebasan seluas-luasnya. Keinginan anak selalu dipenuhi oleh orang tua karena anggapan anak harus diberikan keleluasaan untuk melakukan apa saja, biarkan ia belajar dengan melakukan (learning by doing). Orang tua yang liberal khawatir jika terlalu ketat mengatur, anak terkekang, dan kurang bisa mengekspresikan diri sesuai dengan keinginannya.
Namun, tidak adanya kontrol dari orang tua akan menjadikan anak sosok yang semau gue, enggan berbagi dan selalu ingin memang sendiri. Secerdas apapun seorang anak, ia belum mengenal dunia sehingga perlu bimbingan orang tua. Anak akan sulit mandiri dan tergantung pada orang lain. Ini muncul sebagai dampak keinginan yang selalu dipenuhi.
c. Egaliter (Authoritative)
Pada gaya pengasuhan ini, orangtua membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh anak, tapi anak juga memiliki kesempatan untuk berpendapat. Orang tua mendengarkan anaknya dan mencari solusi yang disepakati bersama. Ruang diskusi tercipta antara anak dan orang tua.
Gaya pengasuhan egaliter merupakan perwujudan keinginan orang tua dan anak. Anak-anak yang diasuh dengan cara ini akan memiliki harga diri yang tinggi, kepercayaan diri, dan keterampilan sosial yang memadai. Secara akademis, anak-anak dalam pola asuh egaliter mempunyai prestasi yang baik serta kurang bermasalah dalam lingkungan pergaulannya.
d. Tidak Terlibat (Neglect)
Pada gaya pengasuhan anak ini, orang tua cenderung cuek, tidak begitu peduli dengan pengasuhan anaknya. Orang tua seolah tidak mempunyai waktu untuk mendidik anak atau sekadar memperhatikan hal-hal sepele anaknya. Segala sesuatu dipercayakan kepada orang lain begitu saja tanpa kendali darinya.
Contoh pola asuh ini adalah orang tua yang mementingkan karier, tanpa peduli dengan perkembangan anak. Secara ekonomi, bisa saja kebutuhan anak terpenuhi, namun anak sangat kurang kasih sayang dan perhatian orang tua. Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan neglect cenderung memiliki harga diri serta kepercayaan diri yang rendah. Rasa hormat dan tanggung jawab anak rendah, prestasi akademik tidak bisa dibanggakan, dan memiliki perilaku buruk.
Setiap gaya pengasuhan anak di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu gaya pengasuhan terbaik yang mutlak diterapkan. Untuk kondisi tertentu, orang tua perlu menerapkan gaya otoriter, misalnya pada perilaku yang dapat membahayakan anak seperti pemakaian obat-obatan terlarang dan minuman alkohol.
Ketika menentukan tujuan liburan, kegiatan akhir tahun, orang tua bisa menerapkan gaya egaliter sehingga anak berlibur tanpa beban. Sedangkan untuk hal-hal yang bersifat pengembangan kreativitas, orang tua dapat lebih liberal. Idealnya orangtua harus mengenali karakteristik anak sehingga tahu gaya pengasuhan anak dalam keluarga yang tepat untuk anaknya pada kondisi tertentu.
2.5 FUNGSI KELUARGA SEBAGAI MEDIA TRANSMISI ATAS NILAI, NORMA, DAN SIMBOL
            2.5.1 Fungsi Keluarga sebagai Media Transmisi atas Nilai
Nilai adalah suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Nilai merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, namun hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Nilai juga merupakan sesuatu yang dianggap tinggi dan menjadi landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Setiap penghargaan akan berbeda, bergantung pada besar atau kecilnya fungsi seseorang, misalnya presiden mendapat nilai sosial yang lebih luas dibandingkan dengan bupati karena fungsi presiden lebih luas dibandingkan dengan bupati. Pesawat terbang akan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan bus atau kereta api karena fungsinya yang memberikan ketepatan waktu dan jasa pelayanannya.
Masyarakat perkotaan umumnya lebih menyukai nilai persaingan, karena dalam persaingan akan muncul pembaruan-pembaruan. Pada masyarakat pedesaan atau masyarakat tradisional, persaingan cenderung dihindari karena dalam persaingan dapat mengganggu keharmonisan dan tradisi yang sifatnya turun-temurun.
2.5.2 Fungsi Nilai sebagai Media Transmisi atas Norma
Norma adalah kaidah-kaidah, aturan-aturan, pedoman, atau patokan dalam berperilaku dan bertindak seseorang dalam lingkungan keluarga ataupun masyarakat. Ada norma umum yang sering dilakukan, di antaranya:
a.       Norma Agama,
b.      Norma Kesopanan,
c.       Norma Kesusilaan,
d.      Norma Hukum, dan
e.       Norma Kebiasaan
Norma adalah wujud konkret dari nilai yang merupakan pedoman. Norma berisi suatu keharusan bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku. Norma dianggap positif jika dianjurkan atau diwajibkan oleh lingkungan sosialnya. Adapun norma dianggap negatif jika tindakan atau perilaku seseorang dilarang dalam lingkungan sosialnya. Oleh karena norma sosial merupakan ukuran untuk berperilaku agar individu dapat menyesuaikan diri dengan norma yang telah di sepakati, maka diperlukan adanya sanksi bagi individu yang melanggar norma.
Norma merupakan standar atau skala yang terdiri atas berbagai kategori perilaku agar terjadi keteraturan di masyarakat. Norma muncul dan tumbuh sebagai hasil dari proses bermasyarakat. Pada mulanya, norma-norma yang terdapat dalam masyarakat terbentuk secara tidak sengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat dengan sadar dan disengaja. Contohnya, dahulu di dalam perjanjian jual-beli, seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan, tetapi lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya. Bahkan, selanjutnya ditentukan siapa yang harus menanggung pembagian tersebut, penjual atau pembeli.
2.5.3 Fungsi Nilai sebagai Media Transmisi atas Simbol
Simbol adalah melempar atau meletakkan bersama-sama dalam satu ide (pemikiran) atau konsep objek yang kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili gagasan. Simbol dapat menghantarkan seseorang ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun masa lalu.
Simbol adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun jumlah sesuatu. Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya. Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja.
2.6 SYARAT POLA ASUH KELUARGA YANG EFEKTIF
Pola asuh keluarga yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :
a)      Pola Asuh harus dinamis
Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh,  penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.
b)      Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak  yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.
c)      Ayah ibu mesti kompak
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
d)     Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga  membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.
e)      Komunikasi efektif
Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak.  Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f)       Disiplin
Penerapan disiplin juga  menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal  harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.
g)      Orang tua konsisten
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua  juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).
2.7 FAKTOR DAN YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH ANAK
2.5.1 Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka  berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.
2.5.2 Pendidikan Orang Tua 
Orang tua yang memiliki  pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.
2.5.3 Status Sosial Ekonomi
Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih permisif dalam  mengasuh anak.



DAFTAR PUSTAKA

1 komentar:

  1. Thanks infonya, menarik banget. Oiya ngomongin pola asuh anak, ternyata ada loh cara asuh yang cerdas biar anak itu bisa sukses di masa depan seperti miliarder Bill Gates. Gimana caranya? Yuk liat selengkapnya di sini: Cara asuh orang tua Bill Gates

    BalasHapus