POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Manusia
dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak berdaya. Menurut teori John Locke di
abad 17 yang dikenal dengan istilah tabula rasa, menjelaskan bahwa setiap
manusia yang terlahir didunia bagaikan kertas putih yang masih kosong. Dan
kertas kosong tersebut diisi oleh pengalaman. Kertas kosong tersebut dapat
diartikan sebagai perilaku seorang anak. Perilaku seorang anak di pengaruhi
oleh beberapa faktor. Dan faktor yang paling mempengaruhi adalah keluarga,
terutama pola asuh orang tua. Karena seorang anak memperoleh pengalaman dan
pendidikan pertama kali dalam lingkup keluarga. Dan orang tua memiliki kendali
terbesar dalam mengisi dan menulis kertas putih tersebut. Artinya peran orang
tua sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku seorang anak.
Pada akhir-akhir ini juga, kita sering menyaksikan tindakan kriminal atau perilaku-perilaku
menyimpang baik itu di siaran televisi, koran, radio, media massa dan lain sebagainya.
Sebagian besar pelakunya adalah dari kalangan remaja. Seperti kasus tawuran
antar pelajar, miras, obat-obatan terlarang, bahkan pembunuhan bermotif dendam
atau kecemburuan.
Dalam hal ini orang tualah yang berperan
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dan yang lebih penting lagi
adalah cara bagaimana orang tua mendidik anaknya. Apakah pola yang mereka
gunakan itu tepat? Masalah ini harus sangat diperhatikan oleh orang tua, karena
penerapan pola asuh terhadap anak sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi
anak.
1.2
RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian anak,
orangtua, dan keluarga?
b. Bagaimana kajian
teori pengasuhan?
c. Apa pengertian
pengasuhan anak dalam keluarga?
d. Apa saja jenis-jenis pola dan
gaya pengasuhan anak?
e. Bagaimana fungsi
keluarga sebagai media transmisi atas nilai, norma, dan simbol?
f. Apa saja syarat pola asuh keluarga yang efektif?
g. Apa saja faktor yang
mempengaruhi pola asuh anak?
1.3
MAKSUD DAN TUJUAN
a.
Mengetahui pengertian anak, orangtua, dan keluarga,
b.
Mengetahui kajian teori pengasuhan,
c.
Mengetahui jenis-jenis pola dan
gaya pengasuhan anak,
d.
Mengetahui pengertian pengasuhan anak dalam keluarga,
e.
Mengetahui fungsi keluarga sebagai media transmisi
atas nilai, norma, dan simbol,
f.
Mengetahui syarat pola asuh keluarga yang efektif, dan
g.
Mengetahui faktor dan yang mempengaruhi pola asuh
anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anak,
Orangtua, dan Keluarga
2.1.1
Pengertian Anak
Anak adalah hasil dari suatu proses tahapan
yang bermla dari bertemunya sel kelamin jantan dan betina (pembuahan), lalu terbentuklah zigot
yang bergerak ke uterus hingga terbentuklah embrio yang akan tumbuh menjadi
janin. Janin tersebut akan tumbuh dan jika saatnya telah tiba maka akan lahir
ke dunia menjadi seorang anak.
2.1.2 Pengertian
Orangtua
Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan
manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan
mendidik anak tersebut agar menjadigenerasi yang baik. Orang tua mempunyai
peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental spiritual
anaknya seperti:
·
Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak merasa
tertekan.
·
Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang
benar.
·
Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya.
2.1.3 Pengertian
Keluarga
Keluarga
merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan
menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam
hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah
laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1992). Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh besar. Haryoko
(1997:2) berpendapat bahwa lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya sebagai
stimlans dalam perkembangan anak. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam
kehidupan keluarga.
2.2 KAJIAN TEORI
PENGASUHAN
2.2.1
Teori pengasuhan
Bern
(1997) menyatakan bahwa pengasuhan merupakan proses yang berlangsung terus
menerus yang melibatkan interaksi antara orangtua dengan anak. Sementara jarome
kagan (1975) menyatakan pengasuhan sebagai suatu alat untuk melaksanakan suatu
rangkaian pengambilan keputusan untuk mensosialisasikan nilai kepada anak.
Sedangkan teori-teori yang digunakan dalam pengasuhan pada anak mencakup pada
beberapa teori dasar dalam perkembangan manusia, teori-teori tersebut adalah:
a.
Teori psikoanalisis.
b.
Cognitive developmental
theory.
c.
Behaviorism
d.
Social learning theory
e.
Genetic, heredity,
personality theory
f.
Humanistic theory
g.
Ethological theory
h.
Theory sistem, etological
theory
i.
Theory perkembangan moral
2.2.2 Konsep
pengasuhan
Hoghughi
(2004) menyebutkan bahwa pengasuhan mencakup beragam aktifitas yang bertujuan
agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.
Prinsip pengasuhan menurut hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun
lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh
karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan
social.
·
Pengasuhan fisik mencakup
semua aktifitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik
dengan menyediakan kebutuhan dasarnya.
·
Pengasuhan emosi mencakup
pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan
seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma.
·
Pengasuhan emosi ini
mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu,
mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan
dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak
mempunyai kemampuan yang stabildan konsisten dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
·
Sementara itu, pengasuhan
sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang
akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya.
2.3 PENGERTIAN POLA
PENGASUHAN ANAK
Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata
cara, sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh
berarti bentuk atau system dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau
dari terminology, pola asuh anak adalah suatu pola atau system yang diterapkan
dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak yang bersifat relative
konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari
segi negative atau positif. Seperti contohnya kebiasaan-kebiasaan yang
diajarkan orang tua kepada anaknya.
Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orang
tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara
orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan
terhadap anaknya.
M. Shochib (1998: 14) mengatakan bahwa
pola pertemuan antara orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik
dengan maksud bahwa orang tua mengarahkan anaknya sesuai dengan tujuannya,
yaitu membantu anak memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Orang
tua dengan anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat menyingkap pola
asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin diri anak yang tersirat dalam
situasi dan kondisi yang bersangkutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pola asuh
adalah sebuah cara orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya yang tujuannya
memberikan penjagaan, perawatan, pendidikan, dan pembimbingan yang diberikan
dalam intensitas waktu yang cukup konstan dengan maksud mengarahkan anak sesuai
dengan tujuan yang diharapkan orang tua.
2.4 JENIS-JENIS POLA DAN
GAYA PENGASUHAN ANAK
2.4.1
Macam-macam Pengasuhan Anak
a. Pola
Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh dimana
orangtua memaksakan anak untuk selalu memenuhi apa yang orang tua harapkan dan inginkan.
Dan orangtua memasang beberapa peraturan dimana anak tersebut wajib menaati
peraturan tersebut dan akan memberi hukuman atau ancaman apabila sang anak
melanggarnya atau tidak mematuhi hukuman tersebut. Misalnya saat sang anak
tidak tidur siang, maka orangtua akan marah dan tidak memberikan uang jajan.
Orangtua yang menggunakan pola asuh otoriter
biasanya cenderung orang yang keras, kolot, tidak mengenal kompromi,
perfectsionis, dan biasanya komunikasi yang digunakan bersifat satu arah.
Artinya orangtua tidak memperdulikan pendapat anak dan tidak memperlukan feed
back dari anaknya untuk mengerti tentang anak tersebut.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua
membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya.
Kekuasaan orangtua dominan, Anak tidak diakui sebagai pribadi, Kontrol terhadap
tingkah laku anak sangat ketat, membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan
kelekatan emosi orangtua – anak sehingga antara orang tua dan anak seakan
memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si
patuh” (anak).
b. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, namun orangtua juga masih tetap mengendalikan
dan mengontrol anak. Orang tua tipe ini juga bersikap hangat, memposisikan diri
seperti teman untuk sang anak, realistis terhadap kemampuan anak, menerima apa
adanya anak dan tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak
serta memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan.
Anak yang diasuh dengan pola asuh demokratis
akan menghasilkan karakter anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stres, mempunai
minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap oranglain. Dan
cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan konstruktif atau
dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif
dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis
lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab.
c. Pola
Asuh Permisif
Pola
asuh permissif merupakan bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan
kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur dirinya. Pola asuh permisif
atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Mereka
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya,
dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan olaeh mereka.
Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab
dan tidak banyak dikontrol oleh orang tua. Pola asuh permisif memandang anak
sebagai seorang pribadi dan mendorong mereka untuk tidak berdisiplin dan anak
diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan pola asuh seperti
ini anak mendapat kebebasan sebanyak mungkin dari keluarganya.
Orang tua memiliki kehangatan dan menerima
apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan, dituti keinginnannya. Sedangkan
menerima apa adanya akan cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk
berbuat apa saja sesuka dan sesenang sang anak. Pola asuh ini dapat
mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu
mengontrol diri
Pola asuh permisif yang cenderung memberi
kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi
pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari
orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. anak bingung dan
berpotensi salah arah.
d. Pola Asuh Penelantar
Orang
tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada
anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka,
seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka.
Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada
ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan
perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
2.4.2 Gaya Pengasuhan Anak
a. Otoriter (Authoritarian)
Gaya pengasuhan anak model ini menerapkan aturan:
orang tua selalu benar. Seorang anak harus selalu mematuhi apa pun yang
dikatakan dan disarankan oleh orang tuanya, Semua urusan anak diatur oleh orang
tua. Tujuan gaya pengasuhan ini sebenarnya baik yaitu agar anak teratur dalam
segala hal dan menjadi sosok yang disiplin.
Namun, gaya pengasuhan ini akan menyebabkan anak
depresi serta kurang bisa bergaul dengan lingkungannya karena sikap orang tua
yang terlalu protektif. Depresi yang berkepanjangan dapat menyebabkan anak
stres, bahkan melakukan bunuh diri. Akibat jangka panjang dari gaya pengasuhan
otoriter ini akan menyebabkan hubungan yang kurang hangat antara anak dan orang
tua. Tanpa sadar orang tua tengah membangun tembok batin dengan anaknya.
b. Liberal
Gaya ini kebalikan dari gaya otoriter. Orang tua
memberikan kebebasan seluas-luasnya. Keinginan anak selalu dipenuhi oleh orang
tua karena anggapan anak harus diberikan keleluasaan untuk melakukan apa saja,
biarkan ia belajar dengan melakukan (learning by doing). Orang tua yang liberal
khawatir jika terlalu ketat mengatur, anak terkekang, dan kurang bisa
mengekspresikan diri sesuai dengan keinginannya.
Namun, tidak adanya kontrol dari orang tua akan
menjadikan anak sosok yang semau gue, enggan berbagi dan selalu ingin memang
sendiri. Secerdas apapun seorang anak, ia belum mengenal dunia sehingga perlu
bimbingan orang tua. Anak akan sulit mandiri dan tergantung pada orang lain.
Ini muncul sebagai dampak keinginan yang selalu dipenuhi.
c. Egaliter (Authoritative)
Pada gaya pengasuhan ini, orangtua membuat
peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh anak, tapi anak juga memiliki
kesempatan untuk berpendapat. Orang tua mendengarkan anaknya dan mencari solusi
yang disepakati bersama. Ruang diskusi tercipta antara anak dan orang tua.
Gaya pengasuhan egaliter merupakan perwujudan
keinginan orang tua dan anak. Anak-anak yang diasuh dengan cara ini akan
memiliki harga diri yang tinggi, kepercayaan diri, dan keterampilan sosial yang
memadai. Secara akademis, anak-anak dalam pola asuh egaliter mempunyai prestasi
yang baik serta kurang bermasalah dalam lingkungan pergaulannya.
d. Tidak Terlibat (Neglect)
Pada gaya pengasuhan anak ini, orang tua cenderung
cuek, tidak begitu peduli dengan pengasuhan anaknya. Orang tua seolah tidak
mempunyai waktu untuk mendidik anak atau sekadar memperhatikan hal-hal sepele
anaknya. Segala sesuatu dipercayakan kepada orang lain begitu saja tanpa
kendali darinya.
Contoh pola asuh ini adalah orang tua yang
mementingkan karier, tanpa peduli dengan perkembangan anak. Secara ekonomi,
bisa saja kebutuhan anak terpenuhi, namun anak sangat kurang kasih sayang dan
perhatian orang tua. Anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan neglect
cenderung memiliki harga diri serta kepercayaan diri yang rendah. Rasa hormat
dan tanggung jawab anak rendah, prestasi akademik tidak bisa dibanggakan, dan
memiliki perilaku buruk.
Setiap gaya pengasuhan anak di atas memiliki kelebihan
dan kekurangan. Tidak ada satu gaya pengasuhan terbaik yang mutlak diterapkan.
Untuk kondisi tertentu, orang tua perlu menerapkan gaya otoriter, misalnya pada
perilaku yang dapat membahayakan anak seperti pemakaian obat-obatan terlarang
dan minuman alkohol.
Ketika menentukan tujuan liburan, kegiatan akhir
tahun, orang tua bisa menerapkan gaya egaliter sehingga anak berlibur tanpa
beban. Sedangkan untuk hal-hal yang bersifat pengembangan kreativitas, orang
tua dapat lebih liberal. Idealnya orangtua harus mengenali karakteristik anak
sehingga tahu gaya pengasuhan anak dalam keluarga yang tepat untuk anaknya pada
kondisi tertentu.
2.5 FUNGSI KELUARGA SEBAGAI MEDIA TRANSMISI ATAS NILAI,
NORMA, DAN SIMBOL
2.5.1 Fungsi Keluarga
sebagai Media Transmisi atas Nilai
Nilai adalah suatu hal yang
dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Nilai merupakan sesuatu yang bersifat
abstrak, namun hal tersebut
menjadi pedoman bagi kehidupan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Nilai juga merupakan sesuatu yang dianggap tinggi dan menjadi
landasan dalam kehidupan bermasyarakat.
Setiap
penghargaan akan berbeda, bergantung pada besar atau kecilnya fungsi seseorang,
misalnya presiden mendapat nilai sosial yang lebih luas dibandingkan dengan
bupati karena fungsi presiden lebih luas dibandingkan dengan bupati. Pesawat
terbang akan memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan bus atau kereta api
karena fungsinya yang memberikan ketepatan waktu dan jasa pelayanannya.
Masyarakat
perkotaan umumnya lebih menyukai nilai persaingan, karena dalam persaingan akan
muncul pembaruan-pembaruan. Pada masyarakat pedesaan atau masyarakat
tradisional, persaingan cenderung dihindari karena dalam persaingan dapat
mengganggu keharmonisan dan tradisi yang sifatnya turun-temurun.
2.5.2
Fungsi Nilai sebagai Media Transmisi atas Norma
Norma
adalah kaidah-kaidah, aturan-aturan, pedoman, atau patokan dalam
berperilaku dan bertindak seseorang dalam lingkungan keluarga ataupun
masyarakat. Ada norma umum yang sering dilakukan, di antaranya:
a.
Norma Agama,
b.
Norma Kesopanan,
c.
Norma Kesusilaan,
d.
Norma Hukum, dan
e.
Norma Kebiasaan
Norma
adalah wujud konkret dari nilai yang merupakan pedoman. Norma berisi suatu
keharusan bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku. Norma dianggap
positif jika dianjurkan atau diwajibkan oleh lingkungan sosialnya. Adapun norma
dianggap negatif jika tindakan atau perilaku seseorang dilarang dalam
lingkungan sosialnya. Oleh karena norma sosial merupakan ukuran untuk
berperilaku agar individu dapat menyesuaikan diri dengan norma yang telah di
sepakati, maka diperlukan adanya sanksi bagi individu yang melanggar norma.
Norma
merupakan standar atau skala yang terdiri atas berbagai kategori perilaku agar
terjadi keteraturan di masyarakat. Norma muncul dan tumbuh sebagai hasil dari
proses bermasyarakat. Pada mulanya, norma-norma yang terdapat dalam masyarakat
terbentuk secara tidak sengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat
dengan sadar dan disengaja. Contohnya, dahulu di dalam perjanjian jual-beli,
seorang perantara tidak harus diberi bagian dari keuntungan, tetapi
lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya.
Bahkan, selanjutnya ditentukan siapa yang harus menanggung pembagian tersebut,
penjual atau pembeli.
2.5.3
Fungsi Nilai sebagai Media Transmisi atas Simbol
Simbol
adalah melempar atau meletakkan bersama-sama dalam satu ide (pemikiran) atau
konsep objek yang kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili gagasan. Simbol
dapat menghantarkan seseorang ke dalam gagasan atau konsep masa depan maupun
masa lalu.
Simbol
adalah gambar, bentuk, atau benda yang mewakili suatu gagasan, benda, ataupun
jumlah sesuatu. Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, namun simbol
sangatlah dibutuhkan untuk kepentingan penghayatan akan nilai-nilai yang
diwakilinya. Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja.
2.6 SYARAT POLA ASUH KELUARGA YANG EFEKTIF
Pola asuh keluarga yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi
mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang
efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Berikut hal-hal yang dilakukan
orang tua demi menuju pola asuh efektif :
a)
Pola Asuh harus dinamis
Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya
pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu
berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita
masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak
bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.
b)
Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak
Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan
kemampuan anak yang berbeda. Shanti
memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat
seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak
seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu
diarahkan dan difasilitasi.
c)
Ayah ibu mesti kompak
Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh
yang sama. Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam
menetapkan nilai-nilai yang boleh dan tidak.
d)
Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua
Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang
tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai
kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.
e)
Komunikasi efektif
Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana
yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan jangan
meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan
saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.
f)
Disiplin
Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari
hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah
anak juga perlu diajarkan membuat jadwal
harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya.
Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi
anak.
g)
Orang tua konsisten
Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi
sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk,
tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar
untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata
dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).
2.7 FAKTOR DAN YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH ANAK
2.5.1 Budaya
Orang tua mempertahankan konsep tradisional
mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, maka
mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.
2.5.2 Pendidikan Orang Tua
Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak,
maka akan mengerti kebutuhan anak.
2.5.3 Status Sosial Ekonomi
Orang tua dari kelas menengah rendah
cenderung lebih keras/lebih permisif dalam
mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Thanks infonya, menarik banget. Oiya ngomongin pola asuh anak, ternyata ada loh cara asuh yang cerdas biar anak itu bisa sukses di masa depan seperti miliarder Bill Gates. Gimana caranya? Yuk liat selengkapnya di sini: Cara asuh orang tua Bill Gates
BalasHapus