MAKALAH AL-ISLAM III
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 .Latar Belakang
Mawaris memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia, sebab mawaris pada jaman arab jahiliyah sebelum islam
datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa
sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum
dewasa tidak mendapat bagian.
Mawaris adalah ilmu yang membicrakan tentang cara-cara
pembagian harta waris.Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orang mati.
Di dalam islam, harta waris disebut juga tirkah yang
berarti peninggalan
atau harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya.Dikalangan tertentu, harta
waris disebut juga harta pusaka. Banyak terjadi fitnah berkenaan
dengan harta waris.Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputus karena
terjadi persengketaan dalam pembagian harta tersebut. Islam hadir memberi
petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk
itu manusia akan terhindar dari pertikaian sesama ahli waris.
Menurut istilah yang
dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yangditinggalkan itu
berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik
yang legal secara syar’i.
Para ulama
berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris adalah wajib
kifayah.Dalam artian apabila telah ada sebagian orang yang melakukannya
(memenuhinya) maka dapat menggugurkan kewajiban semua orang.Tetapi apabila
tidak ada seorang pun yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka semua orang
menanggung dosa.
Jadi,
pada makalah kali ini kami akan menguraikan mengenai mawaris dan hal apa saja yang ada
di dalam mawaris.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud mawaris?
2. Tujuan
mawaris?
3.
Apa
saja rukun- rukun kewarisan ?
4.
Apa
saja syarat-syarat kewarisan ?
5.
Siapa yang berhak mendapatkan mawaris?
6.
Bagaimana cara pembagian mawaris?
1.3
Tujuan Makalah
1. Memenuhi
tugas al-islam 3.
2. Mempelajari
dan mengetahui apa saja hal yang ada dalam mawaris.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Mawaris
Secara etimologis
Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث),
yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan –
mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan, Mawaris menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya
hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih
hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja
yang berupa hak milik yang legal secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan dengan
mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang
telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan
dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180. Firman Allah swt:
حَقًّا بِالْمَعْرُوفِ وَالأَقْرَبِينَ لِلْوَالِدَيْنِ الْوَصِيَّةُ خَيْرًا تَرَكَ إِنْ الْمَوْتُ
أَحَدَكُمُ
حَضَرَ إِذَا عَلَيْكُمْ كُتِبَ
الْمُتَّقِينَ
عَلَى
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib
kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.”
2.2
Tujuan Mawaris
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam
dapat kita rumuskan sebagai berikut :
1. Penetapan bagian-bagian warisan dan
yang berhak menerima secara rinci dan jelas, bertujuan agar tidak terjadinya
perselisihan dan pertikan antara ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan
tersebut, masing-masing ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak
bisa mengikuti kehendak dan keinginan masing-masing.
2.
Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan
(yang pada masa jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan
pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing
berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.
2.3 Rukun
mawaris
Yang
menjadi rukun waris mewaris ada 3 yaitu :
1.
Al-Muwarrits
(المُوَرِّث)
Al-muarrist
(pewaris) adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan.Bagi seorang pewaris terdapat ketentuan bahwa
harta yang yang ditinggalkan miliknya dengan sempurna, baik menurut
kenyataan maupun menurut hukum.
2.
Al-warits
(ahli waris)
Orang yang akan menerima harta warisan dari pewaris
disebabkan mempunyai hak-hak untuk menerima warisan. Seperti
keluarga, namun tidak semua keluarga dari pewaris dinamakan ahli
waris.Begitu pula orang yang berhak menerima warisan mungkin saja diluar ahli
waris.
3.
Harta
warits (المَوْرُوث)
Menurut
hukum islam, mauruts (harta waris) adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si mati yang akan di warisi oleh para ahli
waris setelah diambil untuk biaya-biaya
perawatan, melunasi hutang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan ini oleh para faradhiyun di sebut juga dengan
tirkah yaitu semua yang menjadi
milik seseorang, baik berupa harta benda maupun hak-hak kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia.
Jadi, hak-hak kewarisan bukan hanya berupa harta benda akan tetapi juga menyangkut
harta yang tidak berupa
harta benda yang dapat berpindah kepadam ahli warisnya. Seperti hak-hak menarik hasil dari sumber air, benda-benda yang digadaikan
oleh pewaris (orang yang
meninggal dunia), termasuk benda-benda yang sudah dibeli oleh pewaris yang bendanya belum diterima.
2.4 syarat-syarat kewarisan
Syarat-syarat kewarisan
juga ada 3 yaitu :
1.
Meninggalnya
seseorang(pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum(misalnya di anggap
telah meninggal).
2.
Adanya
ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3.
Seluruh
ahli waris di ketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
2.5 Hak yang didahulukan sebelum pembagian
harta waris
Yang didahulukan sebelum pembagian harta waris kepada
ahli waris adalah:
1. Zakat
dan sewanya
Hak
ini hendaklah diambil lebih dahulu dari jumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada
ahli waris
2. Perlengkapan
mengurus mayat
Belanja
untuk mengurus mayat, seperti harga kafan,upah mengali tanha kubur,dan
sebagainya. Sesudah diselesaikan hak yang pertama tadi, baru sisanya
dipergunakan untuk mengurus mayat.
3. Hutang
Kalau
mayat meninggalkan utang, utang itu hendaklah dibayar dari harta peninggalannya
sebelum dibagi untuk ahli waris.
4. Wasiat
Apabila
mayat mempunyai wasiat yang banyaknya tidak lebih dari sepertiga harta
peninggalannya, wasiat itu hendaklah dibayar dari harta peninggalannya sebelum
dibagi.
5. Sesudah
semua hak terlaksanakan barulah harta dibagikan sesuai dengan yang sudah Allah
tentukan dalam Al-Quran.
2.6 Ahli
waris
Orang –
orang yang boleh (mungkin) mendapat waris dari seseorang yang telah meninggal
dunia ada 25 orang. 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak
perempuan.
2.6.1 Dari pihak laki-laki
1. Anak
laki-laki dari yang meninggal.
2. Anak
laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus ke
bawah asal pertaliannya masih terus laki-laki.
3. Bapak
dari yang meninggal.
4. Datuk
(kakek) dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum diputus dari
pihak bapak.
5. Saudara
laki-laki seibu sebapa.
6. Saudara
laki-laki sebapak saja
7. Saudara
laki-laki seibu saja
8. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak
9. Anak
laki-laki dari saudar laki-laki yang sebapak saja.
10. Saudara
laki-laki bapak(paman) dari pihak bapak yang seibu-sebapak
11. Saudara
laki-laki yang sebapak saja.
12. Anak
laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu-sebapak
13. Anak
laki-laki saudara bapak yang laki-laki(paman) yang sebapa saja
14. Suami
15. Laki-laki
yang memerdekakan mayat.
Jika
15 orang di atas ada semua, maka yang mendapatkan waris dari mereka hanya 3
orang,yaitu:
a. Bapak
b. Anak
laki-laki
c. Suami
2.6.2
Dari pihak perempuan
1. Anak
perempuan
2. Anak
perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan
yang meninggal masih terus laki-laki.
3. Ibu
4. Ibu
dari bapak
5. Ibu
dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki
6. Sauradara
perempuan yang seibu-sebapa
7. Saudar
perempuan yang sebapak.
8. Saudar
perempuan yang seibu.
9. Istri
10. Perempuan
yang memerdekakan mayat.
Jika
10 orang di atas ada semua, maka yang mendapatkan waris dari mereka hanya 5
orang,yaitu:
a. Istri
b. Anak
perempuan
c. Anak
perempuan dari anak laki-laki
d. Ibu
e. Saudara
perempuan yang seibu dan sebapa
2.7 Sebab-sebab
tidak mendapat waris
Ada beberapa
sebab yang menghalangi orang-orang yang seharusnya mendapat waris dari keluarga
mereka yang meninggal dunia:
1. Hamba
Seorang
hamba tidak mendapat waris dari sekalian kelurganya yang meninggal dunia selama
dia masih bersifat hamba.
2. Pembunuh
Orang
yang membunuh keluarganya tidak mendapat waris dari keluarganya yang dibunuhnya
itu.
3. Murtad
Orang
yang keluar dari agama Islam tidak mendapatkan harta waris dari keluarganya
yang masih memeluk agama Islam, dan sebaliknya keluarganya yang masih memeluk
agama Islam tidak dapat mewarisi hartanya.
4. Berbeda
agama
orang
yang tidak memeluk agama Islam (kafir yang berupa apapun kekafirannya)tidak
berhak menerima waris dari keluarganya yang memeluk agama islam. Begitu pula
sebaliknya.
2.8 furuhul
muaddarah (ketentuan kadar masing-masing)
2.8.1
yang mendapat setengah harta
1. anak
perempuan apabila ia hanya sendiri tidak bersama saudaranya
2. anak
perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.
3. Saudara
perempuan yang seibu-sebapa atau sebapa saja, apabila saudara perempuan
seibu-sebapa tidak ada dan ia hanya
seorang saja.
4. Suami,
apabila istrinya yang meninggal dunia itu tidak memiliki dan tidak pula ada
anak dari anak laik-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
2.8.2
Yang mendapat seperempat harta
1. Suami,
apabila istri yang meninggal itu memiliki anak, baik anak laki-laki maupun
perempuan atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun
perempuan.
2. Istri, baik istri seorang atau berbilang, mendapat
seperempat dari harta peninggalan suami, jika suami tidak meninggalkan anak
(baik anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki
(baik laki-laki maupun perempuan). Maka sekiranya istri itu berbilang,
seperempat itu dibagi rata antara mereka.
2.8.3
Yang mendapat seperdelapan harta
Istri,
baik satu ataupun berbilang, mendapat pusaka dari suaminya seperdelapan dari
harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu ada meninggalkan anak, baik anak
laki-laki maupun anak perempuan, atau anak dari anak laki-laki, juga baik
laki-laki maupun perempuan.
2.8.4
Yang mendapat dua pertiga
1. Dua
orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak
laki-laki, berarti apabila anak perempuan berbilang sedangkan anak laki-laki
tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh
bapak mereka.
2. Untuk
dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, apabila anak perempuan
tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki kalau berbilang sedang
anak perempuan tidak ada mereka mendapat pusaka dari datuk mereka sebanyak dua
pertiga dari harta, beralasan qias, yaitu diqiaskan dengan anak perempuan
karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti
hukum anak sejati.
3. Orang
yang mendapat bagian dua pertiga juga ialah saudara perempuan yang
seibu-sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
4. Untuk
saudara perempuan yang sebapak dua orang atau lebih mendapatkan dua pertiga
bagian.
2.8.5
Yang mendapat sepertiga
1. Mendapat
sepertiga dari harta apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu
(anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik
laki-laki maupun perempuan, baik seibu-sebapak, ataupun sebapak saja, atau
seibu saja.
2. Yang
mendapat sepertiga harta juga ialah dua orang saudara atau lebih dari saudara yang
seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
2.8.6
Yang mendapat seperenam
1. Ibu
mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan oleh anaknya apabila ia beserta
anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih,
baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu-sebapak, sebapak saja,
atau seibu saja.
2. Bapak
si mayat mendapat seperenam dari harta apabila yang meninggal mempunyai anak
atau anak dari anak laki-laki.
3. Nenek
(ibu dari ibu atau ibu dari bapak) mendapat seperenam dari harta kalau ibu
tidak ada.
4. Cucu
perempuan dari pihak anak laki-laki, berarti anak perempuan dari anak
laki-laki, mendapat seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila
bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang,
maka cucu perempuan tadi tidak mendapat pusaka.
5. Datuk
(bapak dari bapak) mendapat pusaka seperenam harta apabila beserta anak atau
anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada.
6. Untuk
seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
7. Saudara
perempuan yang sebapak saja, baik sendiri atau berbilang, apabila beserta
saudara perempuan yang seibu-sebapak. Adapun apabila berbilang saudara
seibu-sebapak (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mawaris
adalah ilmu yang membicrakan tentang cara-cara pembagian harta waris.Ilmu
mawarisdisebut juga ilmu faraid. Harta
waris ialah harta peninggalan orangmati. Di dalam islam, harta waris disebut
juga tirkah yang berartipeninggalan atau harta
yang ditinggal mati oleh pemiliknya. Di kalangan tertentu, harta waris
disebut juga harta pusaka.Banyak terjadi fitnahberkenaan dengan harta
waris.Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputuskarena terjadi persengketaan
dalam pembagian harta tersebut. Islam hadir memberi petunjuk cara
pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk itu manusia akan
terhindar dari pertikaian sesama ahli waris
Rukun-rukun kewarisan ada 3 yaitu :
- Muwarrits (Pewaris)
- Warits (Ahli waris)
- Mauruts (harta waris)
Syarat-syarat kewarisan ada 3 juga yaitu :
· Meninggalnya
seseorang(pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya di anggap
telah meninggal).
· Adanya
ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
· Seluruh
ahli waris diketahui secara pasti,termasuk jumlah bagian masing-masing.
Hal yang perlu diperhatikan apabila kita seorang muslim mengetahui pertalian
darah,hak dan pembagiannya ketika kita mendapat warisan dari orang tua maupun
orang lain.
B. SARAN
Bagi pembaca setelah membaca makalah ini di harapkan lebih memahami mawaris
dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai sesuai dengan ajaran islam
dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad ali ash-shabuni,pembagian waris menurutislam,gema
insani :jakrta
Moh. Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Sinar
Grafika. 2009,hlm 60
Otje Salman S. dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam,
(PT Refika Aditama: Bandung),
Permisi, ini diakses tahun berapa ya kak?
BalasHapusMei Tahun 2017
HapusDone
BalasHapus