Kamis, 22 Oktober 2015

Ilmu Syariat



Ilmu Syariat Islam dalam Arti Luas (Umum) dan dalam Arti Sempit (Khusus)
A. Hukum Islam
v Kata Hukum secara etimologi berasal dari  Bahasa Arab  yaitu  ح ك م yang mendapat imbuhan ا ل   sehingga menjadi  الحُكْمُ” , merupakan bentuk mashdar  dari حَكَمَ - يَحْكُمُ  . “الحُكْمُ” merupakan bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah   الأَحْكَامُ”.
Ø  Dari akar kata tersebut melahirkan kata  الحِكْمَة” yang artinya “Kebijaksanaan”, maksudnya orang  yang memahami hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dianggap sebagai orang bijaksana.
Ø  Dari akar kata terebut juga melahirkan kata  الحَكَمَة” yang artinya kendali atau kekangan kuda, yaitu hukum dapat  mengekang atau mengendalikan seseorang dari hal-hal yang dilarang.
v Menurut Abu al-Husain Ahmad bin Faris sebagaiman dikutip H. Hamka Haq:
Kata Hukum yang berakar dari  ح ك م (حَكَم) mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainnya.
v Al-Fayumi menyebutkan  حَكَم berarti قَضَى و فَصَلَ , yaitu berarti memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan masalah.
Ø  Hukum  Islam merupakan istilah  khas Indonesia. Kata ini memiliki makna ambigu, bisa berarti asy-syariah al-Islami, bisa juga berarti al-fiqh al-Islami  tergantung pada konteks apa kata tersebut digunakan.

Hukum Islam : asy-syariah al-Islami dan al-fiqh al-Islami
B. Syariah  dalam Arti Luas (Umum)
  Syariah secara etimologi (bahasa) berarti jalan lurus, mata air, jalan ke tempat mata air atau tempat yang  dilalui oleh air sungai.
  Syariah secara terminologi (istilah) berarti seluruh Ajaran Islam yang berupa norma-norma ilahiyah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya di alam lingkungan hidupnya.
Ø Inilah yang disebut Syariah dalam arti luas (umum), yaitu:
مَاشَرَعَهُ اللهُ لِعِبَادِهِ مِنَ الأَحْكَامِ الَّتِي جَاءَ بِهَا نَبِيٌّ مِنَ الأنْبِيَاءِ سَوَاءٌ مَا يَتَعَلَّقُ باِلاِعْتِقَادِ وَالعِبَادَاتَ وَالمُعَامَلاَتِ وَالأَخْلاَقِ وَنِظاَمِ الحَيَاة
Hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya melalui perantara Nabi, baik yang terkait dengan keyakinan, ibadah, muamalah (hubungan antar sesama manusia), akhlaq maupun aturan-aturan dalam kehidupan. 
Dalam pengertian ini  asy-Syariah (dalam arti luas /umum), identik dengan ad-din.
          Ilmu syariah dalam arti luas ini meliputi:
1)    al-ahkam asy-syar’iyah al-i’tiqadiyah ilmu ushuluddin / ilmu tauhid.
2)    al-ahkam asy-syar’iyah al-khuluqiyah → ilmu akhlaq dan ilmu tasawwuf.
3)    al-ahkam asy-syar’iyah al-’amaliyah   ilmu fiqh dan ushul fiqh.
C. Syariah dalam Arti Sempit  (Khusus)
v Syariah dalam arti sempit berarti hukum yang diwahyukan oleh  Allah yang terdapat secara langsung dalam  Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Contoh: Ayat Al-Qur’an:    
Description: 2:43
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat  dan ruku’lah bersama orang-orang yang  ruku.” (Al-Baqarah:43)
Dapat dipahami dari ayat ini bahwa shalat dan zakat harus dikerjakan.
v Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Syariah dalam arti sempit berarti norma-norma/ hukum-hukum yang mengatur sistim tingkah laku (’amaliyah) manusia baik secara individu maupun kelompok. → (Meliputi fiqh dan ushul fiqh).
D.Tujuan Syariah
v Secara umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk kepentingan, kemaslahatan dan kebahagian manusia seluruhnya, baik di dunia maupun di akhirat. Ungkapan tersebut tersurat dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 201-202:
Description: 2:201
Description: 2:202
“Dan diantara mereka ada yang berdoa: ‘Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Al-Baqarah :201-202).
v Menurut Muhammad Abu Zahra, sesuai tujuan ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat tiga sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam, yaitu:
Ø  Penyucian jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar setiap muslim dalam setiap aktivitasnya dapat menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat di lingkungannya.
Ø Pendekatannya dengan banyak melakukan ibadah yang disyariatkan, karena ibadah dapat membersihakan jiwa dan dapat memperkokoh hubungan kesetiakawanan sosial.
Ø  Penegakan Keadilan
Penegakan keadilan diharapkan dapat terwujud dalam tata kehidupan masyarakat muslim, yaitu keadilan yang bertalian dengan sesama umat Islam maupun dalam berhubungan dengan umat yang berbeda keyakinan.
Ø  Pendekatannnya dapat dilakukan diantaranya melalui pandangan bahwa setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama dimata hukum dan peradilan serta tidak ada perbedaan yang didasarkan atas stratifikasi sosial.
Ø  Perwujudan Kemaslahatan
Perwujudan Kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan hakiki yang berkaitan dengan kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang dipengaruhi kepentingan pribadi atau golongan apalagi yang dipengaruhi oleh hawa nafsu.
          Hukum Islam secara umum bertujuan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan hidup manusia yang hakiki baik di dunia maupun di akhirat.
Kepentingan manusia ini terbagi tiga, yaitu kepentingan primer/ pokok (adh-dharuriyat), kepentingan sekunder (al-hajiyat) dan kepentingan tersier/ pelengkap (at-tahsiniyah). yang menjadi tujuan sebenarnya dari hukum Islam / Syariah (maqasid syariah).
1) Kepentingan pokok (adh-dharuriyat) adalah kepentingan yang mutlak dibutuhkan oleh setiap manusia dalam upaya mewujudkan kemaslahatan hidup.
Menurut al-Ghazali dan asy-Saytibi, kepentingan pokok (adh-dharuriyat) yang menjadi tujuan pokok utama dari hukum Islam / Syariah ada lima:
1)    Memelihara  Agama ( حفظ الدين)
2)    Memelihara Jiwa ( حفظ النفس)
3)    Memelihara Akal ( حفظ العقل)
4)    Memelihara Keturunan ( حفظ النسب / حفظ النسل)
5)    Memelihara Harta Benda ( حفظ المال)
v  Menurut al-Ghazali dan asy-Saytibi, kelima hal inilah yang disebut lima aspek pokok (adh-dharuriyat al-khamsah) yang menjadi tujuan pokok utama dari hukum Islam / Syariah.
2)      Kepentingan sekunder (al-hajiyat) adalah kepentingan yang diperlukan dalam kehidupan manusia agar manusia tidak mengalami kesulitan.
Artinya jika kepentingan itu tidak terpenuhi secara maksimal dalam kehidupan manusia maka tidak akan merusak tata kehidupannya, hanya mengakibatkan kesulitan.
3)     kepentingan tersier/pelengkap (at-tahsiniyat) adalah yang apabila tidak terpenuhi maka tidak akan menyebabkan kesulitan dalam hidup apalagi merusak tata kehidupan manusia.
v Apabila terpenuhi ketiga kepentingan diatas (primer/dharuriyat, sekunder/hajiyat dan tersier/pelengkap/tahsiniyat), akan memberi kesempurnaan dalam hidup manusia. Ketika manusia sanggup memenuhi kepentingan primer, sekunder dan tersiernya, maka -dalam konsep falsafah hukum Islam- kehidupan manusia tidak akan mengalami kebinasaan, kehancuran dan kepunahan.
E.Fiqh
  Fiqh (dalam Bahasa Indonesia: “fikih”) secara etimologi (bahasa) diambil dari Bahasa Arab, yaitu الفَهْم, yang artinya kurang lebih adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja, atau diambil dari kata  الفَهْمُ الدَّقِيْق yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas.
  Fiqh (dalam Bahasa Indonesia: “fikih”) secara terminologi (istilah) berarti :
الْعِلْمُ بِالأْحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّةِ
”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara terperinci,” 
Di dalam kepustakaan hukum islam berbahasa Inggris , Syariat Islam   diterjemahkan dengan  Islamic law, sedangkan Fiqh (dalam Bahasa Indonesia: “fikih”) Islam diterjemahkan dengan istilah  Islamic jurisprudence.
        Fiqh merupakan hukum yang diistinbath (disimpulkan) oleh para fuqaha (ulama ahli ilmu fiqh) dari nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Ruang Lingkup Ilmu Fiqh
1)     Ibadah: hukum-hukum yang berkaitan dengan  hubungan manusia dan tuhannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dll.
2)     al-Ahwal al-Syakhsyiyyah: hukum-hukum yang berkaitan dengan aturan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, pemeliharaan anak, waris, wasiat, dll.
3)     Muamalah madaniyah (biasa disebut muamalah saja): yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan, hak milik, perjanjian, utang-piutang,dll.
4)     Muamalah maliyah (Biasa disebut Baitul Mal saja): yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan milik bersama, baik masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara = baitul mal).
5)     Hudud dan Ta’zirat: hukum-hukum yang berkaitan dengan pelanggaran/kejahatan dan hukuman yang diberikan.  Ada juga yang menyebutnya dengan istilah Jinayah dan ’Uqubah (pelanggaran/kejahatan dan hukuman).
6)     Ahkamul Qadha atau Ahkamul Murafaat: hukum-hukum yang berkaitan dengan pengadilan dan tata cara pengajuan perkara di depan pengadilan.
7)     Ahkamud Dusturiyyah: hukum-hukum  yang berkaitan dengan pemerintahan dan tata negara.
8)     Ahkamud Dualiyah: hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antar negara.
F.Perbedaan Syariah  dengan Fiqh
 Perbedaan antara syariah (dalam arti sempit/khusus) dan Fiqh :
1.      Syariah berdasarkan apa yang diwahyukan oleh Allah dalam nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah), kebenarannya bersifat mutlak (berdasarkan keyakinan kuat = 100%),                                                                                                                sedangkan fiqh adalah apa yang disimpulkan oleh fuqaha (para ulama ahli ilmu fiqh) dari nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka fiqh adalah hasil pikiran fuqaha  dan kebenarannya bersifat relatif (berdasarkan zhanni /  dugaan yang kuat  = + 75 %).
2.      Syariah adalah satu dan fiqh beragam (seperti adanya aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazhab-mazhab).
3.      Syariah bersifat tetap atau tidak berubah, fiqh mengalami perubahan seiring dengan tuntutan ruang dan waktu.
4.      Fiqh bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat, sedangkan syari'at tidak akan pernah mengalami perubahan sampai hari kiamat.
   Perbedaan antara syariah (dalam arti luas/umum) dan Fiqh :
Ø  Syariah (dalam arti luas/umum) mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, termasuk  didalamnya akidah, akhlaq, dan lain-lain. Sedangkan fiqh ruang lingkupnya terbatas pada hukum-hukum yang mengatur perbuatan manusia yang biasanya disebut  al-ahkam al-amaliyah .
REFERENCES
          Ali, Zainuddin. 2006. Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta:Sinar Grafika.
Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Pusat Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam. 1983. Ilmu Fiqh. Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam.


0 komentar:

Posting Komentar