Ilmu Syariat
Islam dalam Arti Luas (Umum) dan dalam Arti Sempit (Khusus)
A. Hukum Islam
v Kata
Hukum secara etimologi berasal dari
Bahasa Arab yaitu ح ك م yang mendapat imbuhan ا ل sehingga menjadi “ الحُكْمُ” ,
merupakan bentuk mashdar dari حَكَمَ - يَحْكُمُ . “الحُكْمُ” merupakan
bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah “ الأَحْكَامُ”.
Ø Dari
akar kata tersebut melahirkan kata “ الحِكْمَة” yang
artinya “Kebijaksanaan”, maksudnya orang
yang memahami hukum lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari
dianggap sebagai orang bijaksana.
Ø Dari
akar kata terebut juga melahirkan kata “
الحَكَمَة”
yang artinya kendali atau kekangan kuda, yaitu hukum dapat mengekang atau mengendalikan seseorang dari
hal-hal yang dilarang.
v Menurut
Abu al-Husain Ahmad bin Faris sebagaiman dikutip H. Hamka Haq:
Kata
Hukum yang berakar dari ح ك م (حَكَم) mengandung makna mencegah atau menolak,
yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan
menolak bentuk kemafsadatan lainnya.
v Al-Fayumi
menyebutkan حَكَم berarti قَضَى و فَصَلَ , yaitu
berarti memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan masalah.
Ø Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia. Kata ini memiliki makna
ambigu, bisa berarti asy-syariah al-Islami, bisa juga berarti al-fiqh
al-Islami tergantung pada konteks
apa kata tersebut digunakan.
Hukum Islam : asy-syariah
al-Islami dan al-fiqh al-Islami
B.
Syariah dalam Arti Luas (Umum)
Syariah
secara etimologi (bahasa) berarti jalan lurus, mata air, jalan ke tempat mata
air atau tempat yang dilalui oleh air
sungai.
Syariah
secara terminologi (istilah) berarti seluruh Ajaran Islam yang berupa
norma-norma ilahiyah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial dan hubungan manusia dengan
makhluk lainnya di alam lingkungan hidupnya.
Ø Inilah
yang disebut Syariah dalam arti luas (umum), yaitu:
مَاشَرَعَهُ اللهُ لِعِبَادِهِ مِنَ الأَحْكَامِ
الَّتِي جَاءَ بِهَا نَبِيٌّ مِنَ الأنْبِيَاءِ سَوَاءٌ مَا يَتَعَلَّقُ
باِلاِعْتِقَادِ وَالعِبَادَاتَ وَالمُعَامَلاَتِ وَالأَخْلاَقِ وَنِظاَمِ
الحَيَاة
Hukum-hukum
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya melalui perantara Nabi,
baik yang terkait dengan keyakinan, ibadah, muamalah (hubungan antar sesama
manusia), akhlaq maupun aturan-aturan dalam kehidupan.
Dalam pengertian ini
asy-Syariah (dalam arti luas /umum), identik
dengan ad-din.
Ilmu
syariah dalam arti luas ini meliputi:
1) al-ahkam
asy-syar’iyah al-i’tiqadiyah → ilmu
ushuluddin / ilmu tauhid.
2) al-ahkam
asy-syar’iyah al-khuluqiyah → ilmu akhlaq dan ilmu tasawwuf.
3) al-ahkam
asy-syar’iyah al-’amaliyah → ilmu fiqh dan ushul fiqh.
C. Syariah
dalam Arti Sempit (Khusus)
v Syariah dalam arti sempit berarti hukum yang
diwahyukan oleh Allah yang terdapat
secara langsung dalam Al-Qur’an maupun
As-Sunnah.
Contoh: Ayat Al-Qur’an:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku.” (Al-Baqarah:43)
Dapat dipahami dari ayat ini bahwa shalat dan zakat harus dikerjakan.
v Ada
juga pendapat yang mengatakan bahwa Syariah dalam arti sempit berarti
norma-norma/ hukum-hukum yang mengatur sistim tingkah laku (’amaliyah) manusia
baik secara individu maupun kelompok. → (Meliputi fiqh dan ushul fiqh).
D.Tujuan Syariah
v Secara
umum tujuan penciptaan dan penetapan hukum oleh Allah SWT adalah untuk
kepentingan, kemaslahatan dan kebahagian manusia seluruhnya, baik di dunia
maupun di akhirat. Ungkapan tersebut tersurat dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah
ayat 201-202:
“Dan diantara mereka ada yang berdoa: ‘Wahai Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api
neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka
usahakan dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Al-Baqarah :201-202).
v Menurut
Muhammad Abu Zahra, sesuai tujuan ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat tiga
sasaran utama dari tujuan penetapan hukum Islam, yaitu:
Ø Penyucian jiwa
Penyucian
jiwa dimaksudkan agar setiap muslim dalam setiap aktivitasnya dapat menjadi
sumber kebaikan bagi masyarakat di lingkungannya.
Ø Pendekatannya
dengan banyak melakukan ibadah yang disyariatkan, karena ibadah dapat
membersihakan jiwa dan dapat memperkokoh hubungan kesetiakawanan sosial.
Ø Penegakan Keadilan
Penegakan
keadilan diharapkan dapat terwujud dalam tata kehidupan masyarakat muslim,
yaitu keadilan yang bertalian dengan sesama umat Islam maupun dalam berhubungan
dengan umat yang berbeda keyakinan.
Ø Pendekatannnya dapat dilakukan diantaranya
melalui pandangan bahwa setiap manusia mempunyai kedudukan yang sama dimata
hukum dan peradilan serta tidak ada perbedaan yang didasarkan atas stratifikasi
sosial.
Ø Perwujudan Kemaslahatan
Perwujudan Kemaslahatan yang dimaksud adalah kemaslahatan hakiki yang
berkaitan dengan kepentingan umum, bukan kemaslahatan yang dipengaruhi
kepentingan pribadi atau golongan apalagi yang dipengaruhi oleh hawa nafsu.
Hukum
Islam secara umum bertujuan untuk mewujudkan kepentingan dan kebaikan hidup
manusia yang hakiki baik di dunia maupun di akhirat.
Kepentingan
manusia ini terbagi tiga, yaitu kepentingan primer/ pokok (adh-dharuriyat),
kepentingan sekunder (al-hajiyat) dan kepentingan tersier/ pelengkap (at-tahsiniyah). → yang menjadi
tujuan sebenarnya dari hukum Islam / Syariah (maqasid syariah).
1)
Kepentingan pokok (adh-dharuriyat) adalah kepentingan yang mutlak
dibutuhkan oleh setiap manusia dalam upaya mewujudkan kemaslahatan hidup.
Menurut
al-Ghazali dan asy-Saytibi, kepentingan pokok (adh-dharuriyat) yang
menjadi tujuan pokok utama dari hukum Islam / Syariah ada lima:
1) Memelihara Agama ( حفظ الدين)
2) Memelihara
Jiwa ( حفظ
النفس)
3) Memelihara
Akal ( حفظ
العقل)
4) Memelihara
Keturunan ( حفظ
النسب / حفظ النسل)
5) Memelihara
Harta Benda ( حفظ المال)
v Menurut al-Ghazali dan
asy-Saytibi, kelima hal inilah yang disebut lima aspek pokok (adh-dharuriyat
al-khamsah) yang menjadi tujuan pokok utama dari hukum Islam /
Syariah.
2) Kepentingan
sekunder (al-hajiyat) adalah kepentingan yang diperlukan dalam kehidupan
manusia agar manusia tidak mengalami kesulitan.
Artinya
jika kepentingan itu tidak terpenuhi secara maksimal dalam kehidupan manusia
maka tidak akan merusak tata kehidupannya, hanya mengakibatkan kesulitan.
3) kepentingan tersier/pelengkap
(at-tahsiniyat) adalah yang apabila tidak terpenuhi maka tidak akan
menyebabkan kesulitan dalam hidup apalagi merusak tata kehidupan manusia.
v Apabila
terpenuhi ketiga kepentingan diatas (primer/dharuriyat, sekunder/hajiyat
dan tersier/pelengkap/tahsiniyat), akan memberi kesempurnaan dalam hidup
manusia. Ketika manusia sanggup memenuhi kepentingan primer, sekunder dan
tersiernya, maka -dalam konsep falsafah hukum Islam- kehidupan manusia tidak
akan mengalami kebinasaan, kehancuran dan kepunahan.
E.Fiqh
Fiqh
(dalam Bahasa Indonesia: “fikih”) secara etimologi (bahasa) diambil dari Bahasa
Arab, yaitu الفَهْم,
yang artinya kurang lebih adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti
saja, atau diambil dari kata الفَهْمُ الدَّقِيْق yang
artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas.
Fiqh
(dalam Bahasa Indonesia: “fikih”) secara terminologi (istilah) berarti :
الْعِلْمُ بِالأْحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
الْعَمَلِيَّةِ الْمُكْتَسَبُ مِنْ أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيلِيَّةِ
”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah (perbuatan
nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara terperinci,”
Di dalam kepustakaan hukum islam berbahasa Inggris , Syariat Islam diterjemahkan dengan Islamic law, sedangkan Fiqh (dalam Bahasa
Indonesia: “fikih”) Islam diterjemahkan dengan istilah Islamic jurisprudence.
• Fiqh merupakan hukum yang diistinbath (disimpulkan)
oleh para fuqaha (ulama ahli ilmu fiqh) dari nash (Al-Qur’an dan
As-Sunnah).
Ruang
Lingkup Ilmu Fiqh
1) Ibadah:
hukum-hukum yang berkaitan dengan
hubungan manusia dan tuhannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dll.
2) al-Ahwal
al-Syakhsyiyyah: hukum-hukum yang berkaitan dengan
aturan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, pemeliharaan anak, waris,
wasiat, dll.
3) Muamalah
madaniyah (biasa disebut muamalah saja): yaitu hukum-hukum
yang berkaitan dengan harta kekayaan, hak milik, perjanjian, utang-piutang,dll.
4) Muamalah
maliyah (Biasa disebut Baitul Mal saja):
yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan milik bersama, baik
masyarakat kecil atau besar seperti negara (perbendaharaan negara = baitul
mal).
5) Hudud
dan Ta’zirat: hukum-hukum yang berkaitan dengan
pelanggaran/kejahatan dan hukuman yang diberikan. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah Jinayah
dan ’Uqubah (pelanggaran/kejahatan dan hukuman).
6) Ahkamul
Qadha atau Ahkamul Murafaat: hukum-hukum yang
berkaitan dengan pengadilan dan tata cara pengajuan perkara di depan
pengadilan.
7) Ahkamud
Dusturiyyah: hukum-hukum
yang berkaitan dengan pemerintahan dan tata negara.
8) Ahkamud
Dualiyah: hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan
antar negara.
F.Perbedaan
Syariah dengan Fiqh
Perbedaan antara syariah (dalam arti
sempit/khusus) dan Fiqh :
1. Syariah
berdasarkan apa yang diwahyukan oleh Allah dalam nash (Al-Qur’an dan
As-Sunnah), kebenarannya bersifat mutlak (berdasarkan keyakinan kuat =
100%),
sedangkan fiqh adalah apa yang disimpulkan oleh fuqaha (para ulama ahli
ilmu fiqh) dari nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah), maka fiqh adalah hasil
pikiran fuqaha dan kebenarannya bersifat
relatif (berdasarkan zhanni /
dugaan yang kuat = + 75
%).
2. Syariah
adalah satu dan fiqh beragam (seperti adanya aliran-aliran hukum yang disebut
dengan istilah mazhab-mazhab).
3. Syariah
bersifat tetap atau tidak berubah, fiqh mengalami perubahan seiring dengan
tuntutan ruang dan waktu.
4. Fiqh
bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat, sedangkan syari'at tidak
akan pernah mengalami perubahan sampai hari kiamat.
Perbedaan antara syariah (dalam arti
luas/umum) dan Fiqh :
Ø Syariah
(dalam arti luas/umum) mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, termasuk didalamnya akidah, akhlaq, dan lain-lain.
Sedangkan fiqh ruang lingkupnya terbatas pada hukum-hukum yang mengatur
perbuatan manusia yang biasanya disebut al-ahkam
al-amaliyah .
REFERENCES
Ali,
Zainuddin. 2006. Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia). Jakarta:Sinar
Grafika.
Proyek
Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Pusat Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Islam. 1983. Ilmu Fiqh. Jilid 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam.
0 komentar:
Posting Komentar