Aqidah Islam
dan Sifat-Sifat Allah
A. Pengertian
Aqidah
Secara etimologi (bahasa) aqidah berasal dari bahasa
arab yaitu kata العَقْدُ yang berarti: ikatan; kepercayaan yang kuat;
mengokohkan dan mengikat dengan kuat.
Secara
terminologi (istilah) aqidah berarti: keimanan yang teguh dan pasti, yang tidak
ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
Adapun
Aqidah Islamiyah (Aqidah Islam) adalah:
Ø Kepercayaan yang mantap kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya , para rasul-Nya, hari akhir dan
ketentuan-Nya yang baik maupun yang buruk.
Ø Kepercayaan yang mantap kepada seluruh muatan
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih berupa pokok-pokok agama,
perintah-perintahnya, berita-beritanya, serta apa saja yang telah disepakati
para ulama (ijma’).
Ø Kepasrahan
total kepada Allah dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir dan syara’.
Ø Ketundukan
kepada Allah dan Rasulullah dengan cara mematuhinya, menerima keputusan
hukumnya dan mengikutinya.
Ilmu
Aqidah ini biasa disebut juga dengan istilah ilmu ushul ud-din (أصول الدين) ;
yang berarti inti atau dasar dari agama,
Ø ilmu
ini disebut istilah ilmu ushulud-din (أصول الدين) karena
pokok pembicaraannya adalah dasar-dasar kepercayaan agama yang menjadi pondasi
agama yang harus dipelajari jika ingin menyelami seluk-beluk agama secara
mendalam; serta dengan mempelajarinya, keyakinan seseorang terhadap agamanya
akan berdasar pada keyakinan kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh
perubahan zaman.
Ilmu
ini juga bisa disebut dengan istilah ilmut-tauhid (علم التوحيد),
tauhid berarti satu atau esa; ke-esa-an ini dalam pandangan Islam sebagai agama
monotheisme (percaya atau menyembah satu tuhan), merupakan salah satu
sifat yang terpenting diantara sifat-sifat tuhan.
Ø Ilmu
ini disebut Ilmu Tauhid ilmut-tauhid (علم التوحيد) karena
tujuan pokok ilmu ini adalah meng-esa-kan Tuhan (Allah) baik zat, sifat maupun af’alnya
(perbuatan-perbuatan-Nya).
Ilmu
ini juga biasa dikenal dengan istillah ilmul-kalam (علم الكلام);
nama ini diambil dari:
Ø al-kalam (الكلام) berarti
kata-kata; maka Perkataan Allah disebut kalamullah (كلام الله);
v Ilmu ini
disebut lmul-kalam (علم الكلام) karena
beberapa pembahasan/permasalahan dalam ilmu ini adalah seputar Perkataan Allah, kalamullah (كلام الله) atau
Al-Qur’an, yang pernah menimbulkan pertentangan diantara beberapa aliran umat
Islam pada abad IX dan X Masehi.
Ø al-kalam (الكلام) berarti
kata-kata; ilmu ini diberi nama ilmul-kalam (علم الكلام) karena
banyak ahli dalam ilmu ini pandai menggunakan kata-kata dalam berargumentasi
untuk mempertahankan pandangannya.
v Maka dari sinilah ahli ilmu ini disebut dengan istilah al-mutakallim
yaitu ahli
dalam berargumentasi yang pandai dalam memakai kata-kata.
Para
sarjana barat menyebut ilmu ini dengan istilah
“Islamic Theology” atau “Teologi Islam”.
Ø Secara etimologi berasal dari bahasa yunani
yaitu theologia yang terdiri dari kata theos yang berarti
tuhan, dan logos yang artinya ilmu. Sehingga teologi adalah ilmu atau
pengetahuan tentang ketuhanan.
Ø Secara terminologi “Theologi” berarti:
ilmu yang mempelajari tentang kenyataan-kenyataan dan gejala-gejala agama serta
membahas tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, baik berdasarkan kebenaran
agama (wahyu) ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.
B.Keistimewaan
Aqidah Islam
Keistimewaan
Aqidah islam:
1)
Aqidah Islam tetap asli, tidak
mengalami perubahan hingga sekarang.
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan Kami (pulalah) yang memeliharanya.”
(al-Hijr : 9)
2) Aqidah
Islam meluruskan aqidah umat-umat sebelumnya yang telah banyak mengalami
penyimpangan dan perubahan.
3) Aqidah
Islam sesuai dengan fitrah manusia, karena mengenal Allah dan beribadah
kepada-Nya merupakan fitrah bagi manusia.
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah dari
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui” (ar-Rum: 30).
4) Aqidah
Islam bersesuaian dengan akal manusia dan tidak terdapat didalamnya pertentangan dengan akal.
C.Tujuan
Aqidah Islam
Aqidah
Islam menumbuhkan:
1)
Keikhlasan dalam niat untuk melakukan amal
baik dan ibadah hanya karena Allah semata, karena Allah-lah yang menciptakan
manusia dan tidak ada sekutu baginya.
2)
Membebaskan akal dan pikiran dari kekeliruan
yang timbul karena jiwa yang kosong dari aqidah.
3)
Mendapatkan ketenangan jiwa dan pikiran serta
terhindar dari kecemasan jiwa dan kegoncangan pikiran.
4)
Meluruskan tujuan dan perbuatan dari
penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan dalam bermuamalah dengan orang
lain.
5)
Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dan
tidak melewatkan kesempatan untuk beramal saleh.
6)
Menciptakan umat yang kuat untuk menegakkan
agama Allah.
7)
Meraih kebahagian dunia dan akhirat dengan
memperbaiki pribadi maupun kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
D.Sifat-Sifat
Allah SWT
Ø Sifat
wajib (yang pasti ada) pada Allah (ada 20):
Wujud (ﻭﺟﻮﺩ): artinya ada, Allah SWT pasti ada.
Qidam (ﻗﺪﻡ): artinya terdahulu, maksudnya adalah Allah SWT tidak memiliki
permulaan.
Baqa’ (ﺑﻘﺎﺀ): artinya kekal, Allah kekal dan tidak memiliki akhir.
Mukhalafatuhu Lilhawadits (ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ): artinya Berbeda dengan yang baru (makhluk), maksudnya adalah
Allah SWT tidak menyerupai sesuatu apapun yang baru (makhluk) baik itu dzatnya,
sifatnya ataupun perbuatannya.
Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ): artinya Allah Swt berdiri sendiri, maksudnya adalah Alllah SWT tidak bergantung pada
dzat manapun, karena ia tidak diciptakan, tetapi Ia ada dengan sendirinya, dan
tidak pula bergantung kepada yang Ia
ciptakan.
Wahdaniyyah (ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ): artinya Allah SWT itu satu (esa).
Qudrah (ﻗﺪﺭﺓ): artinya Allah SWT Maha Kuasa, jika Allah menghendaki sesuatu,
maka sesuatu itu pasti terjadi.
Iradah (ﺇﺭﺍﺩﺓ): artinya Allah SWT Maha berkehendak, Allah SWT -lah yang
menentukan segala sesuatu itu ada atau tidak.
Allah pula-lah yang menentukan nasib seluruh makhluk-Nya.
• Ilmu
(ﻋﻠﻢ):
artinya Allah SWT Maha Mengetahui, Allah SWT Maha Mengetahui
segala yang ada di alam semesta ini, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
• Hayat (ﺣﻴﺎﺓ): artinya
Allah SWT Maha Hidup, Allah SWT, tidak akan pernah
mati, karena mati itu adalah ciptaan-Nya juga.
• Sama’ (ﺳﻤﻊ): artinya
Allah SWT Maha Mendengar, tiada sesuatu apapun yang dapat
luput dari pendengarannya Allah SWT.
• Bashar
(ﺑﺼﺮ):
artinya Allah SWT Maha Melihat, Allah SWT dapat melihat
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, baik yang dapat di lihat oleh
manusia atau tidak, baik yang jauh atau dekat, baik yang berada dalam terang
atau gelap, baik yang nyata atau yang tersembunyi dan sebagainya.
• Kalam
(ﻛﻼ
ﻡ): artinya : Allah SWT Maha Berkata-kata,
sebagai contoh perkataanya adalah apa yang ada dalam Al- Qur’an, yang merupakan
perkataan (kalam) Allah Swt yang abadi sepanjang masa.
• Kaunuhu
Qadiran (ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭًﺍ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Berkuasa,
Allah SWT-lah yang berkuasa mengadakan dan
meniadakan sesuatu.
• Kaunuhu
Muridan (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪًﺍ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Menghendaki,
Allah SWT-lah yang Menentukan
sesuatu dapat terjadi atau tidak.
• Kaunuhu
‘Aliman (ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤًﺎ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Mengetahui,
Keadaan Allah SWT Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi.
• Kaunuhu
Hayyan (ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴًّﺎ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Hidup, Keadaan Allah SWT selalu hidup.
• Kaunuhu
Sami’an (ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌًﺎ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Mendengar, Keadaan
Allah SWT mampu mendengar semua hal.
• Kaunuhu
Bashiran (ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭًﺍ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Melihat, Keadaan Allah SWT mampu
melihat semua hal.
• Kaunuhu
Mutakalliman (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺘﻜﻠِّﻤًﺎ): artinya
keadaannya Allah SWT Maha Berkata – kata,
Keadaan Allah SWT mampu berkata-kata.
Dua puluh sifat yang wajib ini dibagi kedalam empat kategori,
yaitu: ( I ) Sifat Nafsiyyah, ( II )
Sifat Salbiyyah, ( III ) Sifat Ma`ani dan ( IV ) sifat Ma’nawiyyah.
. Nafsiyah,yaitu sifat yg berhubungan langsung dengan Dzat Allah
SWT.
-berupa sifat Wujud (ﻭﺟﻮﺩ)
2. Salbiyah,yaitu sifat-sifat Allah yang menolak sifat-sifat yang
tidak sesuai atau tidak layak bagi-Nya.
-Qidam (ﻗﺪﻡ)
-Baqa‘ (ﺑﻘﺎﺀ)
-Mukholafatuhu lilhawadits (ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ)
-Qiyamuhu Binafsihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻨﻔﺴﻪ)
-Wahdaniyyah (ﻭﺣﺪﺍﻧﻴﺔ)
3.Ma'ani,yaitu sifat-sifat wajib yang dapat digambarkan oleh akal
pikiran manusia.
-Qudrah (ﻗﺪﺭﺓ)
-Iradah (ﺇﺭﺍﺩﺓ)
-Ilmu (ﻋﻠﻢ)
-Hayat (ﺣﻴﺎﺓ)
-Sama‘ (ﺳﻤﻊ)
- Bashar (ﺑﺼﺮ)
-Kalam (ﻛﻼ ﻡ)
4. Ma'nawiyah,yaitu sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat ma'ani,atau keaktifan sifat-sifat tujuh diatas. Atau dengan kata lain sifat yang menjadi lazim karena adanya sifat Ma`ani, Contohnya: Allah memiliki sifat Maha Kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Maha Kuasa.
-Kaunuhu Qadiran (ﻛﻮﻧﻪ ﻗﺎﺩﺭًﺍ)
- Kaunuhu Muridan (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺮﻳﺪًﺍ)
- Kaunuhu 'Aliman (ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﻟﻤًﺎ)
- Kaunuhu Hayyan (ﻛﻮﻧﻪ ﺣﻴًّﺎ)
- Kaunuhu Sami'an (ﻛﻮﻧﻪ ﺳﻤﻴﻌًﺎ)
- Kaunuhu Bashiran (ﻛﻮﻧﻪ ﺑﺼﻴﺭًﺍ)
- Kaunuhu Mutakalliman (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺘﻜﻠِّﻤًﺎ)
Ø Sifat
mustahil (yang tidak mungkin terdapat) pada Allah
‘Adam
(ﻋﺪﻡ),
artinya tiada
Huduts
(ﺣﺪﻭﺙ),
artinya baru (ada permulaannya)
Fana
(ﻓﻨﺎﺀ),
artinya binasa (tidak kekal/ bisa mati)
Mumatsalatuhu
Lilhawadits (ﻣﻤﺎﺛﻠﺘﻪ ﻟﻠﺤﻮﺍﺩﺙ),
artinya menyerupai sesuatu yang baru (makhluk-Nya)
Qiyamuhu
Bighayrihi (ﻗﻴﺎﻣﻪ ﺑﻐﻴﺮﻩ),
artinya tidak berdiri sendiri (bergantung pada dzat atau makhluk lain).
Ta’addud
(ﺗﻌﺪّﺩ),
artinya banyak (lebih dari satu)
‘Ajz
(ﻋﺟﺰ),
artinya lemah (tidak kuat)
Karahah
(ﻛﺮﺍﻫﻪ),
artinya terpaksa (bisa dipaksa)
Jahl
(ﺟﻬﻞ),
artinya jahil (bodoh)
Maut
(ﺍﻟﻤﻮﺕ),
artinya mati (bisa mati)
ash-Shamam
(ﺍﻟﺻمم),
artinya tuli
al-‘Umyu
(ﺍﻟﻌﻤﻲ),
artinya buta
al-Bukm
(ﺍﻟﺑﻜﻢ),
artinya bisu
Kaunuhu
‘Ajizan (ﻛﻮﻧﻪ ﻋﺎﺟﺰًﺍ),
artinya keadaaanya lemah
Kaunuhu
Mukrahan (ﻛﻮﻧﻪ مكرَهًا),
artinya keadaaanya terpaksa
Kaunuhu
Jahilan (ﻛﻮﻧﻪ ﺟﺎﻫﻼ),
artinya keadaaanya jahil atau bodoh
Kaunuhu
Mayyitan (ﻛﻮﻧﻪ ﻣﻴﺘﺎ),
artinya keadaaanya mati atau bisa mati
Kaunuhu
Ashamm (ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺻﻢ),
artinya keadaaanya tuli
Kaunuhu
A’ma (ﻛﻮﻧﻪ ﺃﻋﻤﻰ),
artinya keadaaanya buta
Kaunuhu
Abkam (ﻛﻮﻧﻪ ﺃﺑﻜﻢ),
artinya keadaaanya bisu
Ø Sifat
jaiz (yang bisa ada bisa tidak) pada Allah:
v Kata “Jaiz” menurut
bahasa berarti “boleh atau bisa”. Yang dimaksud dengan sifat jaiz
bagi Allah ialah sifat yang bisa ada dan bisa pula tidak ada pada Allah.
v Sifat
ini ada satu, yaitu:
Ø Fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu ( فعل كلّ ممكن أو تركه ) [menjadikan
segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak menjadikannya].
v Contohnya, boleh /mungkin bagi Allah untuk
menciptakan langit, bumi, matahari dan lain-lain; boleh/mungkin juga bagi Allah
untuk tidak menciptkannya.
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari
apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)”. (al-Qashash: 68)
E.Aliran-Aliran
/ Kelompok-Kelompok dalam Ilmu Kalam (Teologi Islam)
v Sejarah singkat munculnya kelompok-kelompok ini:
Pertempuran antara pihak Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah dalam perang shiffin berakhir dengan peristiwa arbitrase (tahkim).
Hal ini menyebabkan sekelompok orang keluar dari
barisan Ali bin Abi Thalib, karena memandang Ali telah berbuat salah dengan
menerima arbitrase (tahkim), kelompok ini dikenal dengan Khawarij (kelompok/orang-orang
yang keluar). Mereka lalu mulai melawan Ali dan Muawiyah.
Persoalan politik ini akhirnya membawa kepada
persoalan teologi, yaitu siapa yang kafir dan siapa yang tidak, maksudnya siapa
yang telah keluar dari Islam (murtad) dan siapa yang masih tetap dalam Islam.
Kelompok khawarij menganggap Ali, Muawiyah dan
lain-lain yang menerima arbitrase (tahkim) telah kafir, murtad (keluar dari
Islam) dan harus dibunuh, karena -menurut mereka- dengan menerima tahkim
(arbitrase), Ali, Muawiyah dan lain-lain telah membuat hukum selain dengan
hukum Allah.
Pada akhirnya kelompok khawarij pecah menjadi
beberapa sekte. Konsep kafir turut mengalami perubahan, yang dipandang kafir
oleh mereka bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan
Al-Qur’an, tetapi juga orang-orang yang telah berbuat dosa besar, -menurut kaum
khawarij,- orang yang telah melakukann dosa besar juga telah kafir dan harus
dibunuh.
Hal ini menyebabkan munculnya aliran kedua yang
disebut Murji’ah, menurut kelompok murji’ah, orang yang melakuakan dosa
besar masih mu’min, bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya, terserah pada
Allah untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.
Lalu juga muncul aliran ketiga yang disebut Mu’tazilah,
menurut mu’tazilah orang yang melakukan dosa besar bukan mu’min bukan pula
kafir, tetapi orang ini, -menurut mu’tazilah- mengambil posisi antara mu’min
dan kafir. (terkenal dengan istilah al-manzilah baina al-manzilatain /
posisi diantara dua posisi).
Pada masa ini muncul pula aliran al-Qadariyah
dan al-Jabariyah. Menurut al-Qadariyah manusia memiliki kebebasan dalam
kehendak dan perbuatannya. Sedangkan menurut al-Jabariyah, justru sebaliknya,
manusia tidak memiliki kebebasan dalam kehendak dan perbuatannya, dengan kata
lain –menurut al-Jabariyah- manusia bertindak dengan paksaan Tuhan.
Dengan banyaknya buku-buku filsafat Yunani yang
diterjemahkan ke Bahasa Arab, Kelompok mu’tazilah banyak terpengaruh oleh
kebudayaan Yunani klasik yang banyak mengedepankan pemakaian akal atau rasio.
Pemakaian dan kepercayaan pada rasio ini mereka bawa ke dalam lapangan teologi Islam, sehingga teologi
mereka terkenal dengan corak liberal, dalam pengertian -meskipun tidak
meninggalkan wahyu-, mereka terkenal
lebih mengedepankan akal. Maka oleh sebab ini, dalam persoalan apakah manusia
terpaksa dalam berpikir dan bertindak (yang diperdebatkan oleh al-Qadariyah dan
al-Jabariyah), sebagai golongan yang percaya pada kekuatan dan kemerdekaan akal
untuk berpikir, mereka lebih memilih pendapat qadariyah.
Aliran teologi mu’tazilah yang lebih bersifat
liberal dan mengedepankan rasio ini mendapat perlawanan –perlawanan. Perlawanan
ini memunculkan kelompok al-Asy’ariyah atau al-Asya’irah. Kelompok ini didirian oleh Abu al-Hasan
al-Asy’ari (W.935 M) , yang pada mulanya adalah pengikut mu’tazilah, tetapi
menurut riwayatnya, setelah ia melihat dalam mimpinya bahwa ajaran-ajaran
mu’tazilah dicap oleh Nabi Muhammad SAW sebagai ajaran yang sesat, ia membentuk
aliran baru yang mengedepankan ajaran untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Aliran ini dikenal dengan nama al-Asy’ariyah atau al-Asya’irah.
Disamping aliran al-Asy’ariyah , di Samarkand juga
muncul aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah.
Aliran ini dinamakan al-Maturidiyah, yang tidak setradisional
al-Asy’ariyah, tetapi juga tidak seliberal mu’tazilah. Pada perkembangannnya,
aliran ini juga terbagi dua, al-Maturidiyah Samarkand, dan al-
Maturidiyah Bukhara .
Pada kenyataanya, saat ini aliran khawarij, Murji’ah
dan Mu’tazilah telah punah.
Yang masih ada hingga saat ini adalah aliran
al-Asy’ariyah dan al-Maturidiyah. Kedua aliran ini biasa disebut sebagai ahlus
sunnah wal-jama’ah. Aliran
teologi al-Maturidiyah banyak dianut oleh umat islam yang beraliran fiqh
(mazhab fiqh) Hanafi, sedangkan aliran teologi al-Asy’ariyah banyak dianut oleh
umat islam yang beraliran fiqh (mazhab fiqh) lainnya.
Pada zaman modern saat ini, melalui interaksi dengan
kebudayaan barat modern, terutama dikalangan kaum cendekiawan Muslim yang
mendapat pendidikan barat, muncul kaum liberal yang banyak mengadopsi kembali
ajaran Mu’tazilah dan mereka menamakan kelompok mereka dengan nama neo-Mu’tazilah.
Pada zaman modern juga muncul aliran Wahhabiyah atau
Wahhabi yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (lahir tahun 1111
H/1699 M), saat ini aliran teologi ini banyak dianut oleh kaum Muslim yang
beraliran fiqh (mazhab fiqh) Hanbali di Arab Saudi, karena Muhammad bin Saud,
pendiri Kerajaan Arab Saudi sendiri menganut aliran ini. Wahhabi menganggap
kelompoknya sebagai bagian dari ahlus sunnah wal-jama’ah. Kelompok ini
memiliki tujuan untuk meluruskan atau memurnikan aqidah umat Islam dari syirk,
khurafat dan bid’ah, dengan kembali kepada ajaran para salafus
shalih (Generasi pertama dan terbaik dari umat Islam, yang terdiri dari
para sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan para imam yang dimuliakan oleh
Allah), yang dianggap sebagai ahlus sunnah wal-jama’ah yang sejati.
Menurut Wahhabi , kelompok teologi al-Asy’ariyah dan kelompok al-Maturidiyah
sudah dekat pemahamannya kepada ahlus sunnah wal-jama’ah, tetapi bukan
merupakan bagian darinya, karena kelompok al-Asy’ariyah dan kelompok
al-maturidiyah, -menurut wahhabi- masih
lebih mengedepankan akal atau rasio dari wahyu, masih banyak membahas
permasalahan-permasalahan ilmu kalam dan masih banyak melakukan ta’wil. Kelompok
Wahhabi juga menolak filsafat dan tasawwuf, karena –menurut mereka- filsafat
banyak berlandaskan khayalan, sedangkan tasawwuf banyak mengandung khurafat.
0 komentar:
Posting Komentar