Senin, 29 Mei 2017

Contoh Makalah Hudud

Makalah Al-Islam III

BAB I
PENDAHULUAN

I.1   Latar belakang
            Pemberian hukum dalam rangka hak Allah swt, ditetapkan demi kemaslahatan masyarakat dan terpeliharanya ketenteraman atau ketertiban umum.Oleh karena itu hukuman itu didasarkan atas hak Allah SWT, maka tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat.
            Hadirnya Islam di tengah-tengah kehidupan manusia merupakan rahmat.Rahmat berarti anugrah karunia atau pemberian Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Manusia diharapkan mampu mengambil manfaat secara maksimal dengan kesadaran akan dirinya sendiri. Semua aturan yang ada dalam  Islam, baik yang berupa perintah, larangan, maupun anjuran adalah untuk manusia itu sendri. Manusia hendaknya menerima ketentuan-ketentuan hukum islam dengan hati yang lapang kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.Dalam hal ini di antara aturan Islam yang hendak di bahas meliputi zina, qazf, minuman keras, dan lain sebagainya. Kata hudud adalah bentuk jamak dari kata had. Pada dasarnya had berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu dengan yang lain.
            Untuk lebih meningkatkan wawasan mahasiswa dan pendalaman terhadap ilmu agama yang lebih luas lagi timbul rasa kecintaan terhadap ilmu agama, maka kami menganggap perlu untuk bisa lebih jauh mengenalinya termasuk materi yang akan dibahas ini yaitu Hukum Hudud.
            Penyusunan makalah ini bertujuan supaya mengenali lebih jauh tentang ilmu agama khususnya hukum hudud, tetapi tidak hanya sekedar mengenali dan diharapkan agar memahami serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

I.2   Rumusan masalah
1.      Pengertian hudud.
2.      Kedudukan hukum hudud dalam islam.
3.      Macam-macam tindakan hudud.
4.      Ciri-ciri hudud.
5.      Hikmah pensyariatan hukum hudud.

I.3   Tujuan penulisan
1.      Mengetahui ruang lingkup hukum hudud.
2.      Mengetahui tindakan-tindakan yang termasuk dalam hukum hudud.
3.      Mengetahui hikmahnya pelaksanaan hudud.

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian hudud
            Hudud adalah bentuk jamak dari kata “Had” yang artinya sesuatu yang membatasi dua benda. Dan pada asalnya perkataan had ialah sesuatu yang memisahkan antara dua perkara dan digunakan atas sesuatu yang membedakan sesuatu yang lain.
            Menurut syar’I, hudud adalah hukuman-hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara untuk mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan yang sama. Oleh karena itu tidak termasuk ta’zir kerena ta’zir tidak ada ketentuan hukumnya dan tidak termasuk pula qisas karena qisas adalah hak anak adam. Kesalahan dalam jinayah hudud dianggap sebagai kesalahan terhadap hak Allah, karena perbuatan itu menyentuh kepentingan masyarakat umum yaitu menjelaskan ketenteraman dan keselamatan orang ramai dan hukumannya pula memberi kebaikan kepada mereka.Kesalahan ini tidak boleh diampunkan oleh manusia pada mangsa jinayah itu sendiri, warisnya, ataupun masyarakat umum.
            Hukuman hudud wajib dikenakan pada orang yang melanggar larangan-larangan tertentu dalam agama, misalnya zina, menuduh zina, qadzab, dan lain-lain.Mereka yang melanggar ketetapan hukum Allah yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah termasuk dalam golongan orang yang zalim. Firman Allah SWT yang artinya :“Dan siapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.(Q.S.Al-Baqarah (2) : 229).

II.2 Kedudukan hukum hudud dalam Islam

            Islam diturunkan untuk dilaksanakan dalam kehidupan manusia di dunia dan sebagai pedoman hidup yang mutlak bagi umat manusia khususnya bagi orang-orang Islam. Ajaran-ajaran islam itu adalah bersifat universal, rasional, dan fitri serta sesuai untuk sepanjang zaman xemua tempat dan keadaan. Tidak ada hukum Allah dan Rasul-Nya yang sudah lapuk ditelan zaman, bahkan hukum-hukum Allah dan Rasul itulah hukum ultra moden karena ia dicipta oleh Allah Yang Bijaksana dan Mengetahui akan sifat hambnya zahir dan batin. Tiada alternative lain bagi umat Islam selain dari hukum-hukum Allah. Hukum-hukum islam itu telah dijalankan sepenuhnya oleh Rasulullah dan Khulafur-Rasyidin dan Khalifah-khalifah Islam berikutnya sehingga zaman kejatuhan Islam. Tidak ada siapapun yang erhak menukar gantikannya atau memansukhkannya.Hukum-hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah menurunkan hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan melaksanakan hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan “kami dengar dan kami taat”, bukannya dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-orang munafiq.
 
Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-janji-Nya.

II.3 Macam-macam tindakan yang golongan hudud
             Ada berbagai tindakan yang termasuk golongan hudud, antara lain :
1.      Zina
a.       Pengertian zina      
      Zina secara harfiyah artinya fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin diantara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang satu sama lain tidak terkait hubungan perkawinan. (Abdurrahman Doi, 1991 : 31).
      Para fuqaha mengartikan bahwa zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan zakar (kelamin pria) kedalam kelamin vagina (kelamin wanita) yang dinyatkan haram, bukan karena syubhat, dan atas dasar syahwat.Jadi perbuatan zina itu adalah haram hukumnya dan termasuk salah satu dosa besar, karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang sangat keji, pergaulan seperti binatang. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Isra (17) : 32.
Artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sungguh zina itu perbuatan yang keji, dan jalan suatu yang buruk”.

b.      Dasar penetapan adanya perbuatan zina
Ada dua cara yang dijadikan dasar untuk menetapkan bahwa menurut syara seorang telah melakukan zina, yaitu :
1)      Empat orang saksi dengan syarat : semuanya laki-laki adil, memberikan kesaksian yang sama tentang tempat, waktu dan cara melakukannya.
2)      Pengakuan dari pelaku, dengan syarat sudah baligh dan berakal. Jika orang yang mengaku telah berbuat zina itu belum baligh atau sudah baligh tapi akalnya terganggu atau gila, maka tidak bisa ditetapkan had zina padanya.

c.       Macam-macam had bagi pezina
1)      Had bagi pelaku zina muhsan (orang yang sudah baligh, berakal, dan pernah melakukan hubungan dengan jalan yang sah) yaitu dirajam atau dilempari dengan batu sampai mati.
2)      Had bagi pelaku zina Ghairu muhsan (orang yang belum pernah menikah) yaitu didera atau dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan satu tahun. Haddnya berupa cambuk seratus kali sesuai dengan firman Allah “Deralah masing-masing dari keduanya seratus kali”(Q.S.An-nur (24) : 2). Hadd diasingkan selama satu tahun, ketentuan ini sesuai dengan hadist nabi : “Perzinaan yang dilakukan oelh laki-laki perjaka dengan perempuan perawan hukumnya seratuskali dera dan dibuang selama satu tahun (Hr.Muslim)”.

1.      Menuduh zina (Qazf)
            Menuduh sama juga dengan fitnah yang merupakan suatu pelanggaran yang terjadi bila seorang dengan bohong menuduh seorang muslim berzina atau meragukan silsilahnya. Ia merupakan kejahatn yang besar dalam islam dan yang melakukannya disebut pelanggaran yang berdosa. Hukum bagi orang yang menuduh zina dan tidak terbukti berdasarkan firman Allah dalam Q.S. An-Nur (24) : 4 “dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik berzina , dan mereka tidak dapat mendatangkan empot orang saksi, maka mereka didera delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik”.

2.      Minuman yang memabukkan (Khamar)
            Larangan meminum minuman yang memabukkan didasarkan pada Q.S.Al-Ma’idah (5) : 90 Artinya “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi(berkurban untuk) berhala, dan mengundil nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dantermasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”.
            Firman Allah SWT di atas tidak menegaskan hukuman apa bagi peminuman keras (khamar). Sanksi terhadap delik ini disandarkan pada hadist Nabi SAW, yakni melalui sunnah fi’liyahnya bahwa hukuman terhadap jarimah ini adalah empat puluh kali dera.
1.      Mencuri
            Mencuri adalah perbuatan mengambil harta orang lain tanpa seizin pemilik ya (secara diam-diam), dengan maksud untuk memiliki. Menurut fuqaha yang disebut mencuri adalah mengambil barang secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud untuk memiliki, dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi syarat-syarat tertentu.Salim Al-Uwa mengartikan mencuri sebagai mengambil barang secara sembunyi dengan niat ingin memiliki barang tersebut.
            Mencuri merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman potong tangan sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al-maidah (5) : 38, artinya “adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri potonglah tangan kaduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa maha bijaksana”.
            Berdasarkan firman Allah swt diatas, orang yang mencuri dikenakan hukuman potong tangan.Hukum potong tangan sebagai sanksi kejahatan pencurian.Tindak pencurian dikenai sanksi potong tangan jika telah memenuhi syarat-syarat pencurian yang wajib dikenai potong tangan.Adapun jika pencurin itu belum memenuhi syarat pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya orang yang mencuri karena kelaparan, mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nisab (1/4 dinar), dan lain sebagainya tidak boleh dikenai had potong tangan.

2.      Murtad
            Murtad berarti menolak agama islam dan memeluk agama lain baik melalui perbuatan maupun lisan. Dengan demikian perbuatan murtad mengeluarkan seseorang dari lingkungan islam. Bila seseorang menolak prinsip-prinsip dasar kepercayaan (iman) seperti keyakinan akan adanya Allah serta Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya sebagaimana yang terdapat dalam “kalimah al-shahadah”. Begitu juga menolak mempercayai al-quran sebagai kitabullah atau menolak ajaran yang dikandungnya tau mengingkari hari kebangkitan, ganjran, atau hukuman dari Allah termasuk perbuatan murtad.Menolak ibadah-ibadah khusus seperti shalat, zakat, puasa, dan haji juga termasuk tindakan murtad.Pelaku murtad dikenai hukuman mati, jika tidak mau bertobat dan kembali ke pangkuan islam dalam tenggang waktu tertentu. Hanya saja, syariah tidak membatasi tenggang waktu yang diberikan kepada si pelaku murtad untuk kembali ke islam.

 1.      Bughah (memberontak)
            Pemberontakan sering diartikan keluarnya seseorang dari ketaatan kepada iman yang sah tanpa alasan. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pemberontakan adalah orang-orang muslim yang menyalahi iman dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan dari dirinya (menolak kewajiban dengan kekuatan, argumentasi, dan memiliki pemimpin).
            Pelaku bughah (memberontak) diperangi sampai mereka kembali ke pangkuan islam atau ke pangkuan khilafah yang sah. Hanya saja perang melawan pelaku bughat berbeda dengan perang melawan orang kafir.Perang melawan pelaku bughat hanyalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad fi sabilillah.Oleh karena itu, pelaku bughat tidak boleh diserang dengan senjata pemusnah massal atau serbuan, nuklir, dan roket, terkecuali merek menggunakan arsenal seperti ini.Jika mereka melarikan diri perang mereka tidak boleh dikejar dan ditumpas sampai habis.Harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai gharimah.
            Memerangi pemberontak hukumnya wajib demi menegakkan hukum allah sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-hujurat (49) : 9, artinya : “jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap golongan lain, maka perangilanh golongan yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah”.

2.      Hirabah (perampokan)
            Perampokan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang yang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat mana pun mereka merampas harta korbannya dengan menggunakan kekerasan bila korbannya lari mencari pertolongan. Dasar hukum yang dikenakan pada pearampok telah dijelaskan pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33, artinya “hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dibumi, hanalah dibunuh atau disalib atau dipotong kaki dan tangan mereka secara bersilang, atau diasingkan dari halamnnya. Yang demikian itu, kehinaan mereka didunia dan di akhirat mereka mendapatkan azab yang besar”.
            Firman Allah SWT  pada Q.S.Al-Maidah (5) : 33 ini turun sehubungan dengan orang-orang islam melakukan tindakan kejahatan berupa pembunuhan, kekacauan, terror. Kekerasan, kerusakan, dan mendurhakai islam dengan keluar dari ajrannya. Dikatakan memerangi Allah dan Rasul-Nya berarti memerangi orang-orang islam dengan berbagai kejahatan sehingga istilah lain disebut hirabah.

II.4 Ciri-ciri Hudud

Hudud mempunyai sifat-sifatnya yang khusus, yaitu :
1)      Kesalahan-kesalahan hudud te;ah ditetapkan syara’.
2)      Hukuman-hukuman siksanya telah ditentukan jenis-jenisnya dan berat ringannya oleh ketetapan syara’, tiada siapa yang boleh mengubah melibihi atau menguranginya. Ia wajib dilaksanakan seperti adanya.
3)      Kesalahan-kesalahan hudud boleh dimaafkan sebelum ia dibawa kedepan hakim, tetapi tiada siapa pun yang dapat memaafkan atau mengurangkan hukuman setelah dibawa ke depan pengadilan.
4)      Semua orang yang mencukupi syarat yang dikenakan hukuman yang sama tanpa terkecuali.
5)      Taubat tidak menggugurkan siksa kecuali dalam hal kejahatan perampokan dimana perampok digugurkan dari siksa, jika ia bertaubat sebelum dapat ditangkap, dan orang-orang murtad yang bertaubat sebelum dibawa kemuka pengadilan.

II.5 Hikmah pensyariatan hukum hudud
            Hudud disyariatkan untuk kemaslahatan hamba dan memiliki tujuan yang mulia.diantaranya adalah :
1)      Hukuman bagi orang yang berbuat siksaan bagi orang yang berbuat kejahatan dan membuatnya jera. Apabila ia merasakan sakitnya hukuman ini dan akibat buruk yang muncul darinya, maka ia akan jera untuk mengulangi dan dapat mendorongnya untuk istiqamah serta selalu taat kepada Allah SWT .
2)      Mencegah orang lainagar tidak terjerumus dalam kemaksiatan.
3)      Huddud adalah penghapus dosan dan pensuci jiwa pelaku kejahatan tersebut.
4)      Menciptakan suasana aman dalam masyarakat dan menjaganya.
Menolak keburukan, dosa dan penyakit pada masyarakat, karena apabila kemaksiatan telah merata dan menyebar pada masyarakat maka Allah akan menggantinya dengan kerusakan dan musibah serta dihapisnya kenikmatan dan ketenangan. Untuk menjaga hal ini maka solusi terbaiknya adalah menegakkan dan menerapkan hudud.


BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti mencegah.Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.macam-macam kesalahan yang termasuk hudud antara lain : zina, menuduh zina, meminum khamar, mencuri, murtad, bughah, dan hirabah.
            Hukum-hukum tersebut adalah kekal abadi sampai akhir zaman. Allah telah menurunkan hukum-hukumnya dan kepada kita sebagai hambanya diwajibkan melaksanakan hukum-hukum itu dengan penuh ketaatan “kami dengar dan kami taat”, bukannya dengan dolak-dalik dan helah seperti kaum Yahudi dan orang-orang munafiq.
            Pelaksanaan hukum hudud dan lain-lain syariat islam dapat menyelesaikan masalah kerusakan moral dan sahsiah yang sedang mengancam masyarakat menusia dan pasti akan wujud masyarakat yang aman damai dan makmur dalam keridhaan Allah. Demikian jaminan Allah dan Allah tidak akan memungkiri janji-janji-Nya.

III.2 Saran
            Demikianlah makalah ini penulis buat, adapun substansi yang terkandung didalamnya semoga akan menjadi suatu badan acuan bagi setiap orang dalam melaksanakan tindakannya dimuka bumi ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat karena pembahasan dari makalah ini sangatlah berguna bagi siapapun terlebih bagi setiap manusia yang berada dibumi ini agar senantiasa beribadah dan taat dalam menjalankan ajaran Allah SWT.
            Apabila dalam makalah ini terdapat suatu hal baik itu perkataan, penulisan, ataupun hal-hal lain yang menuju kearah ketidaksempurnaan mohon kiranya agar makalah ini dapat dikoreksi, karena sebagai, manusia biasa tentunya penyusun pasti banyak melakukan kesalahan.

Contoh Makalah Mawaris (Ahli Waris)

MAKALAH AL-ISLAM III


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 .Latar Belakang
Mawaris memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, sebab mawaris pada jaman arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapat bagian.
Mawaris adalah ilmu yang membicrakan tentang cara-cara pembagian harta waris.Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orang mati. Di dalam islam, harta waris disebut juga tirkah yang berarti peninggalan atau harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya.Dikalangan tertentu, harta waris disebut juga harta pusaka. Banyak terjadi fitnah berkenaan dengan harta waris.Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputus karena terjadi persengketaan dalam pembagian harta tersebut. Islam hadir memberi petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk itu manusia akan terhindar dari pertikaian sesama ahli waris.
Menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yangditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris adalah wajib kifayah.Dalam artian apabila telah ada sebagian orang yang melakukannya (memenuhinya) maka dapat menggugurkan kewajiban semua orang.Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka semua orang menanggung dosa.
Jadi, pada makalah kali ini kami akan menguraikan mengenai mawaris dan hal apa saja yang ada di dalam mawaris. 

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud mawaris?
2.      Tujuan mawaris?
3.      Apa saja rukun- rukun kewarisan ?
4.      Apa saja syarat-syarat kewarisan ?
5.      Siapa yang berhak mendapatkan mawaris?
6.      Bagaimana cara pembagian mawaris?

1.3 Tujuan Makalah
1.    Memenuhi tugas al-islam 3.
2.    Mempelajari dan mengetahui apa saja hal yang ada dalam mawaris.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Mawaris

       Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan, Mawaris menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan ketentuan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180. Firman Allah swt:
حَقًّا بِالْمَعْرُوفِ وَالأَقْرَبِينَ لِلْوَالِدَيْنِ الْوَصِيَّةُ خَيْرًا تَرَكَ إِنْ الْمَوْتُ أَحَدَكُمُ حَضَرَ إِذَا عَلَيْكُمْ كُتِبَ
                                                                                            الْمُتَّقِينَ عَلَى
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

2.2  Tujuan Mawaris
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagai berikut :
                                             
1.       Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan jelas, bertujuan agar tidak terjadinya perselisihan dan pertikan antara ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan tersebut, masing-masing ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti kehendak dan keinginan masing-masing.
2.      Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang pada masa jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung jawabnya.
2.3 Rukun mawaris
           Yang menjadi rukun waris mewaris ada 3 yaitu :
1.      Al-Muwarrits (المُوَرِّث)
             Al-muarrist (pewaris) adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan               harta warisan.Bagi seorang pewaris terdapat ketentuan bahwa harta yang yang              ditinggalkan miliknya dengan sempurna, baik menurut kenyataan maupun menurut hukum.
2.      Al-warits (ahli waris)
       Orang yang akan menerima harta warisan dari pewaris disebabkan mempunyai hak-hak untuk menerima warisan. Seperti keluarga, namun tidak semua keluarga dari pewaris dinamakan ahli waris.Begitu pula orang yang berhak menerima warisan mungkin saja diluar ahli waris.
3.      Harta warits (المَوْرُوث)
                   Menurut hukum islam, mauruts (harta waris) adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si mati yang akan di warisi oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi hutang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan ini oleh para faradhiyun di sebut juga dengan tirkah yaitu semua yang menjadi milik seseorang, baik berupa harta benda maupun hak-hak kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Jadi, hak-hak kewarisan bukan hanya berupa harta benda akan tetapi juga menyangkut harta yang tidak berupa harta benda yang dapat berpindah kepadam ahli warisnya. Seperti hak-hak menarik hasil dari sumber air, benda-benda yang digadaikan oleh pewaris (orang    yang meninggal dunia), termasuk benda-benda yang sudah dibeli oleh pewaris yang bendanya belum diterima.

2.4  syarat-syarat kewarisan
            Syarat-syarat kewarisan juga ada 3 yaitu :

1.        Meninggalnya seseorang(pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum(misalnya di anggap telah meninggal).
2.        Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3.        Seluruh ahli waris di ketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.
2.5  Hak yang didahulukan sebelum pembagian harta waris
Yang didahulukan sebelum pembagian harta waris kepada ahli waris adalah:
1.      Zakat dan sewanya
Hak ini hendaklah diambil lebih dahulu dari jumlah harta sebelum dibagi-bagi kepada ahli waris
2.      Perlengkapan mengurus mayat
Belanja untuk mengurus mayat, seperti harga kafan,upah mengali tanha kubur,dan sebagainya. Sesudah diselesaikan hak yang pertama tadi, baru sisanya dipergunakan untuk mengurus mayat.
3.      Hutang
Kalau mayat meninggalkan utang, utang itu hendaklah dibayar dari harta peninggalannya sebelum dibagi untuk ahli waris.
4.      Wasiat
Apabila mayat mempunyai wasiat yang banyaknya tidak lebih dari sepertiga harta peninggalannya, wasiat itu hendaklah dibayar dari harta peninggalannya sebelum dibagi.
5.      Sesudah semua hak terlaksanakan barulah harta dibagikan sesuai dengan yang sudah Allah tentukan dalam Al-Quran.
2.6  Ahli waris
       Orang – orang yang boleh (mungkin) mendapat waris dari seseorang yang telah meninggal dunia ada 25 orang. 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
2.6.1  Dari pihak laki-laki
1.      Anak laki-laki dari yang meninggal.
2.      Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, dan terus ke bawah asal pertaliannya masih terus laki-laki.
3.      Bapak dari yang meninggal.
4.      Datuk (kakek) dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum diputus dari pihak bapak.
5.      Saudara laki-laki seibu sebapa.
6.      Saudara laki-laki sebapak saja
7.      Saudara laki-laki seibu saja
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-sebapak
9.      Anak laki-laki dari saudar laki-laki yang sebapak saja.
10.  Saudara laki-laki bapak(paman) dari pihak bapak yang seibu-sebapak
11.  Saudara laki-laki yang sebapak saja.
12.  Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu-sebapak
13.  Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(paman) yang sebapa saja
14.  Suami
15.  Laki-laki yang memerdekakan mayat.
Jika 15 orang di atas ada semua, maka yang mendapatkan waris dari mereka hanya 3 orang,yaitu:
a.       Bapak
b.      Anak laki-laki
c.       Suami
2.6.2        Dari pihak perempuan
1.      Anak perempuan
2.      Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
3.      Ibu
4.      Ibu dari bapak
5.      Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki
6.      Sauradara perempuan yang seibu-sebapa
7.      Saudar perempuan yang sebapak.
8.      Saudar perempuan yang seibu.
9.      Istri
10.  Perempuan yang memerdekakan mayat.
Jika 10 orang di atas ada semua, maka yang mendapatkan waris dari mereka hanya 5 orang,yaitu:
a.       Istri
b.      Anak perempuan
c.       Anak perempuan dari anak laki-laki
d.      Ibu
e.       Saudara perempuan yang seibu dan sebapa
2.7  Sebab-sebab tidak mendapat waris
       Ada beberapa sebab yang menghalangi orang-orang yang seharusnya mendapat waris dari keluarga mereka yang meninggal dunia:
1.      Hamba
Seorang hamba tidak mendapat waris dari sekalian kelurganya yang meninggal dunia selama dia masih bersifat hamba.
2.       Pembunuh
Orang yang membunuh keluarganya tidak mendapat waris dari keluarganya yang dibunuhnya itu.
3.      Murtad
Orang yang keluar dari agama Islam tidak mendapatkan harta waris dari keluarganya yang masih memeluk agama Islam, dan sebaliknya keluarganya yang masih memeluk agama Islam tidak dapat mewarisi hartanya.
4.      Berbeda agama
orang yang tidak memeluk agama Islam (kafir yang berupa apapun kekafirannya)tidak berhak menerima waris dari keluarganya yang memeluk agama islam. Begitu pula sebaliknya.
2.8  furuhul muaddarah (ketentuan kadar masing-masing)
2.8.1        yang mendapat setengah harta
1.      anak perempuan apabila ia hanya sendiri tidak bersama saudaranya
2.      anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.
3.      Saudara perempuan yang seibu-sebapa atau sebapa saja, apabila saudara perempuan seibu-sebapa  tidak ada dan ia hanya seorang saja.
4.      Suami, apabila istrinya yang meninggal dunia itu tidak memiliki dan tidak pula ada anak dari anak laik-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
2.8.2        Yang mendapat seperempat harta
1.      Suami, apabila istri yang meninggal itu memiliki anak, baik anak laki-laki maupun perempuan atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
2.      Istri,  baik istri seorang atau berbilang, mendapat seperempat dari harta peninggalan suami, jika suami tidak meninggalkan anak (baik anak laki-laki maupun perempuan) dan tidak pula anak dari anak laki-laki (baik laki-laki maupun perempuan). Maka sekiranya istri itu berbilang, seperempat itu dibagi rata antara mereka.

2.8.3        Yang mendapat seperdelapan harta
Istri, baik satu ataupun berbilang, mendapat pusaka dari suaminya seperdelapan dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu ada meninggalkan anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, atau anak dari anak laki-laki, juga baik laki-laki maupun perempuan.

2.8.4        Yang mendapat dua pertiga
1.      Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-laki, berarti apabila anak perempuan berbilang sedangkan anak laki-laki tidak ada, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh bapak mereka.
2.      Untuk dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, apabila anak perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki kalau berbilang sedang anak perempuan tidak ada mereka mendapat pusaka dari datuk mereka sebanyak dua pertiga dari harta, beralasan qias, yaitu diqiaskan dengan anak perempuan karena hukum cucu (anak dari anak laki-laki) dalam beberapa perkara, seperti hukum anak sejati.
3.      Orang yang mendapat bagian dua pertiga juga ialah saudara perempuan yang seibu-sebapak apabila berbilang (dua atau lebih).
4.      Untuk saudara perempuan yang sebapak dua orang atau lebih mendapatkan dua pertiga bagian.

2.8.5        Yang mendapat sepertiga
1.      Mendapat sepertiga dari harta apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki maupun perempuan, baik seibu-sebapak, ataupun sebapak saja, atau seibu saja.
2.      Yang mendapat sepertiga harta juga ialah dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.

2.8.6        Yang mendapat seperenam
1.      Ibu mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan oleh anaknya apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu-sebapak, sebapak saja, atau seibu saja.
2.      Bapak si mayat mendapat seperenam dari harta apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki.
3.      Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak) mendapat seperenam dari harta kalau ibu tidak ada.
4.      Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, berarti anak perempuan dari anak laki-laki, mendapat seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang, maka cucu perempuan tadi tidak mendapat pusaka.
5.      Datuk (bapak dari bapak) mendapat pusaka seperenam harta apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki, sedangkan bapak tidak ada.
6.      Untuk seorang saudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
7.      Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri atau berbilang, apabila beserta saudara perempuan yang seibu-sebapak. Adapun apabila berbilang saudara seibu-sebapak (dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat pusaka.






































BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Mawaris adalah ilmu yang membicrakan tentang cara-cara pembagian harta waris.Ilmu mawarisdisebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orangmati. Di dalam islam, harta waris disebut juga tirkah yang berartipeninggalan atau harta yang ditinggal mati oleh pemiliknya. Di kalangan tertentu, harta waris disebut juga harta pusaka.Banyak terjadi fitnahberkenaan dengan harta waris.Terkadang hubungan persaudaraan dapat terputuskarena terjadi persengketaan dalam pembagian harta tersebut. Islam hadir memberi petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan petunjuk itu manusia akan terhindar dari pertikaian sesama ahli waris
Rukun-rukun kewarisan ada 3 yaitu :
- Muwarrits (Pewaris)
- Warits (Ahli waris)
- Mauruts (harta waris)
Syarat-syarat kewarisan ada 3 juga yaitu :
·         Meninggalnya seseorang(pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya di anggap telah meninggal).
·         Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
·         Seluruh ahli waris diketahui secara pasti,termasuk jumlah bagian masing-masing.
            Hal yang perlu diperhatikan apabila kita seorang muslim mengetahui pertalian darah,hak dan pembagiannya ketika kita mendapat warisan dari orang tua maupun orang lain.

B.     SARAN
            Bagi pembaca setelah membaca makalah ini di harapkan lebih memahami mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai sesuai dengan ajaran islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.



DAFTAR PUSTAKA

Muhammad ali ash-shabuni,pembagian waris menurutislam,gema insani :jakrta
Moh. Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Sinar Grafika. 2009,hlm 60
Otje Salman S. dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (PT Refika Aditama: Bandung),